Wednesday, April 22, 2009

Awal Mula Kisah Si Manusia Serigala

Judul Film : X-Men Origins: Wolverine
Genre : Aksi/Fantasi
Pemain : Hugh Jackman, Ryan Reynold, Liev Schreiber, Lynn Collins, Danny Huston, Taylor Kitsch
Sutradara : Gavin Hood
Produksi : 20th Century Fox
Durasi : 107 menit
Rating : 3,5/5


Jimmy Logan kecil tersentak karena ayahnya terbunuh di rumah. Terbawa amarah, tiga cakar panjang tiba-tiba muncul di sela jarinya. Dia lalu membunuh orang yang menghilangkan nyawa ayahnya. Setelah itu, dia berlari menghilangkan perasaan bersalah dengan ditemani Victor Creed kecil yang ternyata juga memiliki kekuatan super di kuku.

Ketika dewasa, Jimmy Logan (Hugh Jackman) dan Victor Creed (Liev Schreiber) ikut berperang dengan kekuatan masing-masing. Sampai akhirnya mereka berdua dihukum mati karena kesalahan Victor. Karena berbeda dengan manusia lainnya, mereka tidak mati. Akan tetapi, mereka dipenjara di ruang tahanan.

Hingga akhirnya, mereka dibebaskan oleh William Stryker (Danny Houston), perwira tinggi yang terobsesi menciptakan tentara super dan tak terkalahkan. Dalam tim yang dibuat Stryker terkumpul orang-orang tangguh. Ada yang mampu berpindah tempat secara cepat, tangkas menembak, lihai bermain pedang, dan sebagainya.

Sayangnya, tim tersebut bertindak brutal. Ini bertolak belakang dengan sifat Logan yang ingin hidup damai. Logan pun keluar dari tim. Dia memilih menetap di pegunungan dengan kekasihnya, Kayla (Lynn Collins). Untuk bertahan hidup logan bekerja sebagai tukang kayu.

Namun kehidupan Logan kembali tak nyaman setelah Victor membunuh Kayla. Logan marah dan mulai mencari Victor. Namun, tawaran datang dari Stryker untuk menjadi kelinci percobaan penelitiannya, yaitu menciptakan tentara tak terkalahkan.

Logan menerima tawaran tersebut. Jadilah Logan sebagai Wolverine. Cakar panjangnya kini tampak mengkilat karena tulangnya dilapisi logam baja. Dia lalu kabur dari penelitian Stryker. Dia bersembunyi di sebuah rumah milik sepasang kakek dan nenek. Logan dianggap sebagai anak.

Namun, pasukan Stryker mengejar Wolverine. Kakek dan nenek yang menyelamatkannya dibunuh. Wolverine memberikan perlawanan sambil terus berusaha membalas dendam kematian Kayla.

Aksi Menarik
Adegan yang dipertontonkan dalam film ini cukup menarik. Kekuatan Wolverine benar-benar dipertunjukkan, terutama kekuatan tiga cakar panjang di sela jarinya. Kekuatan tersebut bahkan mampu membongkar tembok tebal serta menghancurkan mobil baja dan terali besi. Belum lagi dengan aksi pertarungan dengan Victor yang tak lain adalah Sabretooth.

Sayangnya aksi Wolverine berkelahi dengan Sabretooth kurang dimaksimalkan. Selain karena memang mereka sejak awal cerita dianggap bersahabat, tetapi intrik di antara keduanya belum amat tampak. Bagi pencinta serial komik Marvel, khususnya X-Men, sudah paham perselisihan di antara keduanya. Namun bagi yang tidak, akan sulit menebak mengapa mereka beradu kekuatan.

Akting Wolverine yang sudah muncul dalam film X-Men (2000) dan X-Men: The Last Stand (2006) tak perlu diragukan lagi. Penonton sudah akrab dengan karakter ini. Akan tetapi, akting Liev Schreiber cukup piawai memerankan Sabretooth yang kejam dan tangguh. Dengan cambang yang panjang dan gigi taring yang sedikit terlihat menambah kesan ganas pada karakter ini.

Terlepas dari itu, film ini juga mengungkap misteri di balik potongan ingatan yang selalu menghantui Wolverine saat ia bergabung dengan tim X-Men. Selain itu, ada juga jalinan asmara antara Wolverine dan Kayla.

Namun, disarankan bagi pencinta film X-Men untuk tidak melihat film ini dari versi bajakannya. Sebab, dalam versi tersebut banyak adegan yang belum rampung alias masih setengah jadi. Tampilannya pun kurang menggigit. Jadinya, mengganggu kenikmatan menonton aksi si manusia serigala ini. So, tunggu saja kehadiran film ini di bioskop awal Mei nanti.

Friday, March 06, 2009

Kisah Wanita Gila Belanja

Judul Film : Confession of Shopaholic
Genre : Drama
Pemain : Isla Fisher, Hugh Dancy, Krysten Ritter, Joan Cusack, John Goodman, Robert Stanton
Sutradara : P.J. Hogan
Produksi : Touchstone Pictures
Durasi : 104 menit
Rating : 3/5


Perempuan terkadang diidentikkan dengan gemar berbelanja. Bahkan, karena amat senang belanja, wanita menjadi mudah tergiur dengan barang baru. Apalagi, dari merek-merek terkenal seperti Prada, Gucci, Macy's, Barneys, Saks, dan lainnya. Belanja pun menjadi hobi. Akibatnya, pengeluaran menjadi tidak terkontrol. Apalagi, kartu kredit dianggap bak dewa penolong untuk berbelanja oleh mereka.

Gambaran tersebut menempel pada diri Rebecca Bloomwood (Isla Fisher). Rebecca yang amat gemar berbelanja tiba-tiba harus berurusan dengan tagihan kartu kredit mencapai jutaan dolar. Bukannya melunasinya, Rebecca malah terus berbelanja. Sampai akhirnya, tempat Rebecca bekerja harus tutup. Rebecca pun tak ada pemasukan untuk membayar semua tagihan. Dia kebingungan. Akan tetapi, kegemaran berbelanja tak pernah surut, meski kartu kredit yang dimilikinya sudah diblokir.

Harapan Rebecca adalah bekerja menjadi jurnalis di majalah fesyen Aletta. Namun, karena lowongan itu sudah terisi, dia ikut wawancara di Successful Saving, sebuah majalah keuangan yang mengajak masyarakat berhemat. Ini bertentangan dengan hatinya yang senang berbelanja dan punya tunggakan tagihan.

Karena membutuhkan pekerjaan, Rebecca akhirnya diterima setelah mengirim sebuah artikel keuangan. Luke Brandon (Hugh Dancy), pemimpin majalah tersebut meminta Rebecca menulis artikel sejenis. Susah payah itu dilakukan Rebecca. Hingga akhirnya tulisan Rebecca digemari banyak orang, termasuk pemilik saham majalah Successful Saving. Dia pun dikenal dengan nama pena ‘wanita berselendang hijau’.

Kesuksesannya tersebut membawa Rebecca diwawancarai di sebuah stasiun televisi. Namun, saat itulah kedok Rebecca terbongkar. Semua tulisannya mengenai cara berhemat tak sejalan dengan gaya hidupnya yang senang menghabiskan uang dengan barang-barang yang sebetulnya tak dibutuhkan. Adalah petugas debt collector Derek Smeath (Robert Stanton) yang membongkar kepalsuan Rebecca.

Terbongkarnya kasus tersebut membuat hubungan dengan Luke Brandon hancur. Bahkan, majalah tersebut ditutup. Persahabatan dengan Suze (Krysten Ritter) juga berantakan. Penyebabnya, baju pengiring pengantin yang akan dikenakan Rebecca pada pernikahan Suze malah diberikan kepada orang lain.

Bijak
Film yang penuh tampilan glamor dari Rebecca ini sebetulnya menyentil gaya hidup kaum wanita. Wanita yang senang berbelanja bahkan hilang kontrol dalam penggunaan kartu kredit disinggung dalam film ini. Dengan demikian, film ini mengajak kaum hawa agar lebih bijak dalam menggunakan kartu kredit.

Penyampaian pesan tersebut disodorkan kepada penonton dengan amat manis dari rentetan cerita yang menghibur. Penyelipan adegan-adegan konyol dari Rebecca seperti menghancurkan es yang di dalamnya ada kartu kredit, naik ke atas meja hanya untuk mencegah Luke menerima telepon dari Derek Smeath, serta tidur di bawah kereta dorong untuk mengambil surat membuat penonton tertawa lepas.

Adegan romantis antara Rebecca dan Luke menambah hiburan tersendiri bagi penonton. Meski begitu, adegan tersebut terkesan klise bagi kebanyakan film-film Hollywood dengan genre yang sama. Sepertinya, film ini akan hambar jika wajah cantik Isla Fisher dan tampannya Hugh Dancy tak menjadi pasangan. Hangatnya hubungan keluarga Blomwood juga memberikan nilai tambah dalam film yang sebetulnya berasal dari novel Confessions of Shopaholic karya penulis Inggris Sophie Kinsella.

Pemberian sentuhan musik latar di berbagai adegan juga terasa pas dengan suasana yang dialami Rebecca. Jadinya, perasaan riang, sedih, romantis, putus asa, dan lainnya terbantu dengan hadirnya musik latar yang menyatu dengan adegan. Apalagi, penggunaan manekin yang seolah-olah hidup dan berbicara untuk membujuk Rebecca belanja juga menjadi sesuatu yang unik di film ini.

Akhirnya, di pengujung film Rebecca menyadari bahwa lebih baik memiliki sesuatu yang benar-benar disenangi tanpa harus ditagih. Jadi, sudah bijakkah penggunaan kartu kredit Anda?

Tuesday, March 03, 2009

Orang-orang Super Berkarakter Lemah

Judul Film : Push
Genre : Sci-fi
Pemain : Chris Evans, Dakota Fanning, Camilla Belle, Djikon Hounsou, Nate Mooney, Ming Na, Cliff Curtis
Sutradara : Paul McGuigan
Produksi : Summit Entertainment
Durasi : 88 menit
Rating : 2,5/5


Konon diceritakan Nazi bereksperimen menciptakan manusia berkekuatan super. Manusia tersebut akan dijadikan tentara yang tak terkalahkan. Bahkan, eksperimen tersebut dilanjutkan oleh pemerintah Amerika Serikat.

Kini, eksperimen tersebut menghasilkan manusia-manusia berkekuatan super. Manusia super tersebut tersebar di seluruh dunia dengan kekuatan berbeda-beda. Ada yang disebut Sniffer yang mampu mendeteksi seseorang melalui sebuah benda, Watcher yang dapat melihat masa depan, Mover yang dapat menggerakkan benda tanpa disentuh, dan Pusher si pengontrol pikiran orang lain.

Ada pula Bleeder yang dapat menghancurkan benda dengan menjerit, Shifter si penggubah objek, Shadow atau perisai dari tatapan Sniffer dan Watcher, serta Wiper yang bisa menghapus ingatan. Kemudian, ada Stitcher yang mengobati manusia super hanya dengan sentuhan.

Sebagian manusia super tersebut ada yang hidup normal, bertindak jahat untuk menjadi yang terkuat, dan tergabung menjadi anggota Division. Divison merupakan lembaga yang terus melakukan eksperimen untuk menghasilkan orang yang benar-benar super. Apalagi, generasi kedua dari para manusia super itu tidak sehebat generasi pertama.

Adalah Kira Hudson (Camilla Belle) yang diyakini Divison berpeluang lebih hebat dibanding manusia super generasi kedua lainnya. Namun, Kira si Pusher kabur dari laboratorium Division karena takut dibunuh. Sementara itu, Nick Grant (Chris Evans) yang berkekuatan Mover pernah mendapat pesan dari ayahnya bahwa hidupnya akan selamat jika ada wanita yang menghampirinya sambil memberikan bunga.

Wanita tersebut adalah Cassie Holmes (Dakota Fanning) yang tiba-tiba datang ke apartemen Nick. Cassie si Watcher yang berumur 13 tahun akan memberikan US$ 6 juta kepada Nick. Syaratnya, Nick mengambil tas yang berisi serum suntik yang dapat menghancurkan Division pimpinan Henry Carver (Djikon Hounsou). Tas itu ada di tangan Kira.

Selanjutnya, jalan cerita makin rumit. Sebab, manusia super yang ada di Hong Kong juga menginginkan serum suntik tersebut. Tujuannya untuk menghancurkan Division. Sementara Henry Carver juga berupaya mendapatkan Kira.

Karakter Lemah
Banyaknya pemain dalam film ini membuat karakter yang ditampilkan di tiap tokoh tak menggigit. Kendati tiap karakter memiliki kekuatan yang berbeda, itu tidak menggambarkan karakter tokoh yang sebenarnya. Jadinya, karakter tiap tokoh menjadi lemah dan kurang pas.

Misalnya karakter Cassie. Benar-benar tak mengena untuk peran seusianya. Karakter Cassie dibuat dewasa baik gaya maupun cara bicaranya. Padahal, Watcher cilik ini yang selalu membawa kertas gambar ini baru berumur 13 tahun. Belum lagi dengan karakter Nick yang tak memperlihatkan bahwa dia menjadi pahlawan bagi Kira. Sepertinya, peran Nick biasa saja. Tak ada daya pukul bagi seorang jagoan.

Akibat karakter yang lemah ini membuat jalan cerita juga agak aneh. Terutama saat Kira dan Nick bertemu. Mereka bahkan dianggap sudah saling mengenal. Padahal, sebelumnya tak ada keterangan apa pun mengenai hubungan spesial mereka. Ini membuat penonton bertanya kapan mereka bertemu dan saling kenal?

Konflik yang dibangun di antara tiga kelompok, yaitu Nick dan kawan-kawan, Division, dan manusia super Hong Kong, juga kurang gereget. Perselisihan di antara ketiganya tidak dibangun dengan apik oleh penulis cerita David Bourla. Akibatnya, ketegangan di antara kelompok manusia super ini tak maksimal. Tak ada adu kekuatan yang memperlihatkan kemampuan mereka.

Meskipun demikian, paras ayu Camilla Belle setidaknya dapat sedikit menghibur penonton. Sebelumnya Camilla Belle pernah terlibat dalam film 10.000 BC yang rilis pada tahun 2008.

Wednesday, February 25, 2009

Skandal Konspirasi Bankir Internasional

Judul Film : The International
Genre : Drama aksi
Pemain : Clive Owen, Naomi Watts, Armin Mueller Stahl, Ulrich Thomsen, Haluk Bilginer, Luca Barbareschi
Sutradara : Tom Tykwer
Produksi : Relativity Media
Durasi : 118 menit
Rating : 4/5


They control your money. They control your government. They control your life. And everybody pays

Ternyata banyak permasalahan yang tidak bisa diungkap di dunia ini. Semua itu tersimpan rapat karena banyak konspirasi yang terjadi. Bahkan, seluruh negara terlibat sehingga memunculkan permasalahan yang kompleks. Dan, tak ada yang bisa menguak konspirasi tersebut.

Namun, seorang agen Interpol Louis Salinger (Clive Owen) bersama asisten kejaksaan Manhattan Eleanor Whitman (Naomi Watts) berupaya membongkar konspirasi korupsi yang dilakukan International Bank of Business and Credit (IBBC) yang ada di Luksemburg. Bank tersebut diduga melakukan penjualan senjata. Senjata-senjata itu akan dikirim ke sejumlah negara dunia ketiga, seperti Liberia.

Dari pengakuan Jonas Skarssen (Ulrich Thomsen), pemilik IBBC, penjualan senjata yang dilakukannya memang untuk memunculkan konflik. “Konflik itu komoditas karena akan memberikan utang,” kata Skarssen. Dengan begitu, sudah dipastikan negara-negara dunia ketiga akan mencari pinjaman kepada bank untuk memulihkan perekonomian akibat konflik.

Itulah yang diselidiki Salinger dan Ella. Namun, untuk mengungkapnya tidak mudah. Butuh bukti dan kesaksian orang-orang yang terlibat. Sayang, beberapa orang saksi kunci yang mengetahui hal tersebut malah tewas dibunuh secara misterius. Termasuk, Thomas Schumer, rekan seprofesi dengan Salinger.

Sementara itu, Skarssen bekerja sama dengan penjual senjata asal Italia, Umberto Calvini (Luca Barbareschi), yang berupaya menjadi perdana menteri. Itu dilakukan untuk menutupi penjualan senjata yang dilakukan Skarssen. Dengan begitu, nama lembaga keuangannya tetap bersih. Namun, sebelum ada kesepakatan, Calvini tewas tertembak ketika berkampanye. Padahal, dia termasuk saksi kunci bagi Salinger dan Ella.

Akhirnya, Skarssen mengalihkan kerja samanya dengan penjual senjata asal Turki, Ahmet Sunay (Haluk Bilginer). Itu dilakukan setelah perundingan dengan anak Calvini juga tidak membuahkan hasil. Sementara negara Liberia telah meminta untuk segera dikirimkan senjata.

Kompleks
Permasalahan yang diawali dari tindakan pencucian uang yang dilakukan IBBC ternyata menimbulkan banyak permasalahan yang mengelilinginya. Tak hanya soal bisnis, tetapi juga menyangkut politik, ekonomi, keamanan suatu wilayah, perdagangan ilegal, dan pembunuhan. Jadi, tontonan ini memiliki permasalahan yang kompleks, rumit, dan penuh intrik.

Meski begitu, film ini masih dapat dinikmati. Sebab, inti permasalahan dalam film ini hanyalah tentang bagaimana menyembunyikan dan membongkar kejahatan tingkat internasional. Karena itu, film ini mengambil setting cerita di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Luksemburg, Turki, dan Italia. Juga jangan heran jika film ini melibatkan banyak karakter.

Lagi pula, film ini juga disuguhi dengan adegan tembak-tembakan yang menyebabkan banyak nyawa melayang. Adegan tersebut berlangsung di sebuah museum saat Salinger akan menangkap pembunuh Calvini. Ternyata, dalam adegan tersebut Salinger juga akan dibunuh oleh orang-orang suruhan Skarssen.

Aksi Salinger baru terlihat di adegan ini, meski kehebatannya tak menonjol. Sebab, dia lebih banyak ditolong pembunuh Calvini yang ternyata juga akan dibunuh. Akibatnya, karakter Salinger tidak terlihat sebagai Interpol yang mumpuni. Hanya watak keras, fokus, dingin, dan jarang senyum yang terlihat. Itu pun tak memberi kesan bahwa dia adalah bintangnya.

Akhir cerita film ini juga tak menggambarkan penyelesaian dari konspirasi yang terjadi. Penonton dibiarkan berpendapat sendiri. Akan tetapi, secara tersirat film ini mengabarkan bahwa konspirasi memang ada di muka bumi ini. Hal tersebut sulit untuk diungkap karena ada banyak kepentingan di dalamnya yang menyangkut hubungan antarnegara.

Tuesday, February 24, 2009

Mengupas Teka-teki Pembunuhan Berantai

Judul Film : Righteous Kill
Genre : Drama aksi
Pemain : Robert De Niro, Alpacino, Curtis Jackson, Carla Gugino, John Leguizamo, Donnie Whalberg, Tilby Glover
Sutradara : Jon Avnet
Produksi : Lions Gate Entertainment
Durasi : 103 menit
Rating : 3,5/5


Aktor kawakan Robert De Niro dan Alpacino kembali beradu akting dalam film Righteous Kill yang rilis tahun 2008. Dalam film ini keduanya menjadi pasangan detektif yang mendukung satu sama lain. Yang menarik, penonton akan dikejutkan di akhir film mengenai siapa sesungguhnya yang menjadi pembunuh berantai.

Film ini diawali dari beberapa kejadian pembunuhan yang terus terjadi secara berantai. Menariknya, di setiap peristiwa tersebut ada catatan yang sengaja ditinggalkan oleh sang pembunuh. Catatan tersebut berupa puisi yang berkaitan dengan tindakan para korban pembunuhan tersebut.

Hal menarik lainnya, para korban pembunuhan ternyata pernah berurusan dengan hukum. Namun, mereka selalu lepas dari jeratan hukum begitu berada di persidangan. Di samping itu, di tubuh para korban pembunuhan juga tidak ada tanda-tanda perlawanan ketika akan dibunuh.

Nah, kasus-kasus pembunuhan tersebut ditangani oleh pasangan detektif senior. Adalah Tom ‘Turk’ Cowan (Robert De Niro) dan David ‘Rooster’ Fisk sang detektif tersebut. Mereka selalu datang setiap ada pembunuh berantai tersebut terjadi. Namun, mereka juga tidak sendirian. Ada pula pasangan detektif muda yang menyelidiki kasus tersebut. Mereka adalah Simon Perez (John Leguizamo) dan Ted Riley (Donnie Wahlberg).

Akan tetapi, dua pasangan tersebut mempunyai caranya masing-masing untuk menyelidiki kasus pembunuhan berantai. Meski begitu, kedua pasangan detektif memiliki keinginan kuat untuk membongkar pembunuhan berantai tersebut.

Mereka juga dibantu oleh Karen Corelli (Carla Gugino), petugas forensik sekaligus kekasih Turk. Setiap petunjuk yang didapat selalu dibawa dan diidentifikasi oleh Karen.

Sampai akhirnya setiap petunjuk mengarah kepada Spider (Curtis Jackson), penjahat yang cukup dikenal. Akan tetapi, ternyata Spider menyangkal pembunuhan-pembunuhan tersebut. Bahkan, Turk dan Rooster tak bisa menangkap Spider karena tidak ada bukti yang kuat.

Akan tetapi, Perez dan Riley malah bekerja sama dengan Spider untuk memecahkan kasus ini setelah pasangan Perez-Riley dan Turk-Rooster menduga bahwa pembunuh berantai tersebut adalah seorang polisi.

Tak Terduga
Jalinan kisah dalam film ini sungguh menarik. Dari awal film, penonton sudah diarahkan untuk ikut terlibat. Bahkan, penonton sepertinya sudah diberi pesan bahwa penjahat tersebut adalah Turk. Buktinya, adalah rekaman video kesaksian Turk di awal film. Apalagi, film yang menggunakan alur mundur ini menggambarkan Turk yang memiliki karakter kasar, keras, temperamental, dan mudah marah.

Karakter ini justru berbeda dengan Rooster yang tampil kalem. Dia lebih banyak mendukung apa yang dilakukan Turk, termasuk kisah cinta Turk dan Karen. Rooster bahkan selalu menutupi kesalahan-kesalahan Turk ketika ditanyai oleh atasan mereka. Dengan demikian, penonton seakan teperdaya dengan gambaran-gambaran yang memojokkan Turk. Apalagi, setelah Rooster menduga bahwa pembunuh itu adalah seorang polisi.

Rooster berkomentar demikian karena dari hasil forensik, para korban tidak melakukan perlawanan sesaat sebelum dibunuh. Jadi, kuat dugaan polisilah yang menjadi pembunuhan tersebut.

Meski film ini mampu membuat penonton bertanya-tanya mengenai dalang pembunuhan tersebut, akting Robert De Niro dan Alpacino sepertinya tidak sebaik kualitas mereka. Mereka sebetulnya bisa bermain lebih apik seperti film-film sebelumnya seperti di The Godfather. Entah mengapa mereka kurang tampil impresif dalam film arahan Jon Avnet ini.

Akan tetapi, siapa sesungguhnya pembunuh berantai tersebut patut untuk ditelusuri. Bahkan, penonton akan terperangah begitu tahu siapa sesungguhnya aktor rentetan pembunuhan tersebut. Tentu itu akan lebih asyik jika menyaksikan film ini hingga akhir.

Monday, February 23, 2009

Melihat Cinta Pemuda Buta

Judul Film : Blind Dating
Genre : Komedi romantis
Pemain : Chris Pine, Eddie Kaye Thomas, Stephen Tobolowsky, Jane Seymour, Anjali Jay, Sendhil Ramamurthy
Sutradara : James Keach
Produksi : Catfish Production
Durasi : 95 menit
Rating : 2,5/5


Film ini sebetulnya sudah ditayangkan pertama kali pada tiga tahun lalu. Akan tetapi, film yang mengisahkan tema klasik tentang percintaan ini baru masuk ke Indonesia pada Tahun Kerbau. Meski begitu, tidak ada salahnya untuk menyaksikan film ini di waktu senggang.

Film ini diawali dari masa kecil Danny Wildasakee (Chris Pine) yang buta. Kendati mengalami tunanetra, Danny diperlakukan layaknya manusia normal oleh orang tua dan adiknya. Bahkan, Danny diajarkan main softball oleh ayahnya. Sementara ibunya amat mengawasi tindakan Danny sebagai wujud penebusan kesalahan karena melahirkan Danny secara prematur. Apalagi, Danny senang berjalan tanpa dibantu tongkat.

Hanya kakak Danny, Larry (Eddie Kaye Thomas), yang sering menggoda dan memperlakukan Danny tidak baik. Meski begitu, sebetulnya, Larry amat menyayangi Danny. Apalagi, ketika mereka beranjak dewasa. Larry membantu Danny untuk mencarikan wanita sebagai pacarnya. Apalagi, Danny cukup menawan. Namun, karena sifat jahilnya, Larry selalu memperkenalkan wanita-wanita yang tidak baik kepada Danny.

Suatu ketika Danny mendapatkan telepon dari dokter Perkins (Stephen Tobolowsky). Kabar baik datang. Danny kemungkinan dapat melihat dengan cara operasi. Apalagi, psikolog Evans (Jane Seymour) memberikan rujukan bahwa mental Danny amat siap. Awalnya, Danny ragu karena dijadikan relawan untuk operasi mata teknik baru.

Danny akhirnya mendatangi rumah sakit tempat dokter Perkins bekerja. Di situ, dia bertemu Leeza Raja (Anjali Jay), pekerja bagian administrasi rumah sakit yang keturunan India. Karena sering mendatangi rumah sakit tersebut untuk menjalani beberapa tes sebelum operasi, Danny pun sering bertemu Leeza. Mereka bahkan sempat jalan bareng. Dan ternyata, Danny menyukai Leezaa karena suara lembut dan keramahannya.

Namun, cinta mereka tidak semulus yang diharapkan. Sebab, Lisa sudah dijodohkan dengan Arvind (Sendhil Ramamurthy) yang sama-sama keturunan India. Lisa tidak mengatakan hal itu kepada Danny. Begitu mengetahui perjodohan tersebut, Danny amat terpukul dan merasa orang tunanetra tak pantas dengan manusia normal. Operasi mata pun terancam batal.

Dua Tema
Tema yang diangkat di film ini sebetulnya sederhana, yaitu tentang percintaan sepasang manusia yang berbeda kultur dan kebiasaan. Bahkan tema tontonan ini mirip dengan film-film Bollywood bertema cinta beda kasta. Dalam film ini, kasta tersebut diganti dengan budaya. Jadinya, kisah cinta budaya Barat dengan India yang kental.

Kendati kisah cinta di film ini tidak seekstrem tontonan Bollywood, justru hal itu membuat alur film ini lebih terasa alami dan tidak terkesan dibuat-buat. Apalagi, alur film ini juga terasa lambat. Jadi, menambah kesan natural.

Namun, dari penulisan cerita, film ini terkesan memberikan dua tema yang berbeda. Pertama, soal kisah cinta Danny dengan Leeza. Kedua, tentang operasi mata yang dilakukan Danny. Sejak awal, film ini belum jelas mana tema utamanya. Sebab, di awal film dikisahkan mengenai operasi yang akan dilakukan Danny. Hal itu digambarkan ketika keluarga Danny mendapatkan kabar dari dokter Perkins.

Selanjutnya, cerita dibelokkan tentang kehidupan cinta Danny, khususnya ketika Larry menakuti-nakuti Danny yang belum memiliki seorang kekasih. Padahal, Danny termasuk pria tampan meski memiliki kelainan. Bahkan, ketika berkonsultasi dengan dokter Evans, Danny sempat bilang, “Saya seperti terperangkap di tubuh pria berumur 22 tahun, tapi berpikiran seperti anak 12 tahun saat ditanya tentang wanita.”

Akibat belum jelasnya masalah yang dihadapi Danny membuat penonton bingung. Meski akhirnya, cerita lebih menekankan tentang jalinan kisah cinta pria tunanetra tersebut.

Sayang, jalinan kisah cinta mereka tidak digarap dengan apik. Sebab, banyak adegan yang lebih menonjolkan upaya Danny mencari seorang kekasih dengan bantuan Larry. Danny justru lebih banyak bertemu wanita yang hanya ingin berhubungan intim. Jadinya, perjuangan Danny mencari cinta tak kentara. Kecuali, di ujung film yang menggambarkan perjuangan Danny untuk melihat Leeza.

Wednesday, February 18, 2009

Menyimak Cerita Cinta Beda Generasi

Judul Film : The Reader
Genre : Drama
Pemain : Kate Winslet, David Kross, Ralph Fiennes, Jeanette Hain
Sutradara : Stephen Daldry
Produksi : Mirage Enterprises
Durasi : 124 menit
Rating : 4/5

Cinta memang tidak bisa ditebak. Dia juga bisa hadir tanpa terduga dan kepada siapa cinta itu menyapa. Mungkin seperti itulah perjalanan cinta antara Hannah Schmitz dan Michael Berg yang berbeda usia. Usia Hannah dua kali lebih tua dari Michael.

Perjumpaan mereka terjadi di tahun 1958. Sepulang dari sekolah dan baru turun dari trem, Michael remaja (David Kross) muntah karena sakit. Melihat kejadian itu, Hannah Schmitz (Kate Winslet) membersihkan muntahan Michael dengan menyiramnya. Selanjutnya, Hannah mengantarkan hingga ke jalan menuju rumah Michael.

Setelah sembuh, Michael mendatangi rumah Hannah untuk mengucapkan terima kasih. Selanjutnya, mereka makin sering bertemu. Bahkan, mereka juga terlibat hubungan yang sangat intim. Sering pula Michael membacakan berbagai cerita dari buku The Odyssey, 'The Adventures of Huckleberry Finn, dan The Lady with The Little Dog.

Hannah rupanya menyenangi cerita-cerita yang dibacakan Michael. Dia juga lebih senang dibacakan daripada membaca sendiri buku-buku yang diberikan Michael.

Hubungan cinta mereka akhirnya kandas setelah Hannah mendapatkan promosi pekerjaan. Sayangnya, Hannah tidak memberitahukan hal ini kepada Michael. Hannah malah menghilang. Michael yang sedang dilanda cinta terkejut dan merasa kehilangan.

Delapan tahun kemudian, Michael yang kuliah di jurusan hukum Universitas Heidelberg melakukan observasi mengenai kejahatan perang yang dilakukan Nazi. Kejahatan itu berupa pembakaran gereja yang di dalamnya terdapat 300 orang. Tanpa terduga, Hannah menjadi salah satu terdakwa dalam persidangan tersebut. Michael terkejut dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Akhirnya, Hannah dipenjara. Untuk menghibur Hannah, Michael dewasa (Ralp Fiennes) mengirimi rekaman cerita-cerita dari berbagai buku yang dibacanya. Hannah cukup terhibur dan mulai belajar menulis serta berkirim surat. Sampai akhirnya mati bunuh diri karena tidak ada yang menolongnya ketika akan bebas.

Kepedulian dan Kemauan Belajar
Film yang berlatar saat akhir perang dunia II di salah satu wilayah di Jerman ini memberikan pelajaran yang cukup baik kepada penonton. Terutama soal kepedulian dan kemauan untuk maju. Hal ini tampak dari tokoh Hannah.

Setelah beberapa kali dikirimi kaset cerita, Hannah mulai belajar untuk membaca dan menulis. Keinginan tersebut amat kuat karena dia ingin mengucapkan terima kasih kepada Michael. Karena baru belajar, hanya beberapa kalimat yang berhasil ditulis. Misalnya ucapan terima kasih. Bentuk tulisannya pun masih belum rapi. Namun, itu menyiratkan bahwa cinta bisa mendorong seseorang untuk belajar.

Ketidakmampuan Hannah memahami bahasa mulai terkuak ketika adegan persidangan. Saat itu Hannah diminta untuk menuliskan nama yang bertanggung jawab atas pembakaran gereja. Ternyata dia tidak bisa menulis. Michael pun baru menyadari bahwa Hannah buta huruf. Gambar pun memperlihatkan beberapa kejadian masa lalu yang menyuguhkan keengganan Hannah untuk membaca buku.

Sementara soal kepedulian terlihat melalui surat wasiat Hannah kepada Michael. Dalam surat itu, Hannah berpesan untuk memberikan sedikit uang kepada yayasan yang memerangi buta huruf dan kepada salah satu anak korban peristiwa gereja. Adegan ini seolah-olah menyampaikan pesan bahwa pendidikan itu amatlah penting.

Dua pesan tersebut setidaknya mulai muncul di akhir film. Sebelum selesai menonton film ini, penonton akan kesulitan untuk mengetahui pesan di balik kisah cinta beda generasi ini. Apalagi, film ini menggunakan alur maju mundur yang membawa penonton pada kehidupan Michael remaja dan tua yang telah memiliki seorang anak.

Terlepas dari itu, film ini agak membuat sebagian penonton agak jengah dengan beberapa adegan panas antara Michael dan Hannah. Beberapa kali hal itu ditayangkan hanya untuk menggambarkan keintiman mereka.

Namun begitu, akting Kate Winslet di film ini amat apik. Dia tampil total untuk menggambarkan Hannah yang kesepian dan hidup tanpa ada pendamping. Well, semoga saja dia mendapat Oscar setelah menyabet aktris terbaik di ajang Golden Globe 2009.

Tuesday, February 17, 2009

Inspektur Konyol Jadi Penyelamat Berlian (Lagi)

Judul Film : The Pink Panther 2
Genre : Komedi
Pemain : Steve Martin, Jean Rino, Alfred Molina, Emily Mortimer, Aishwarya Ray Bachan, Andy Garcia, Lilu Tomlin,
Sutradara : Harald Zwart
Produksi : Columbia Pictures
Durasi : 92 menit
Rating : 3/5

Mungkin aneh melihat polisi yang tak becus, gegabah, dan ceroboh berhasil membongkar skandal pencurian barang-barang bersejarah di Inggris, Italia, Jepang, dan Perancis. Namun, itulah yang terjadi dalam film komedi The Pink Panther 2.

Adalah Kepala Inspektur Polisi Dreyfus (John Clesse) yang memerintahkan Inspektur Jacques Clouseau (Steve Martin) untuk membongkar pencurian tersebut. Clouseau dipilih karena dia pernah menjadi penyelamat berlian Pink Panther dalam film Pink Panther (2006). Jadi, film ini memang sekuel film Pink Panther.



Dalam memecahkan kasus di film ini, Clouseau dibantu tim khusus. Tim tersebut diisi orang-orang dari Inggris, Italia, dan Jepang. Anggota tim itu di antaranya Inspektur Pepperidge (Alfred Molina) asal Inggris, seorang pebisnis kaya raya asal Italia bernama Vincenzo (Andy Garcia), pakar elektronik asal Jepang bernama Kenji Mazuto (Yuki Matsuzaki), dan seorang kriminolog wanita asal India, Sonia (Aishwarya Rai).

Minus Sonia, anggota tim ini ditunjuk oleh negaranya masing-masing karena kehilangan barang-barang bersejarah. Clouseau juga masih dibantu oleh Ponton (Jean Reno), kawannya di film sebelumnya.



Untuk memecahkan kasus ini, tim tersebut hanya mendapat petunjuk kartu nama The Tornado. Tim itu menduga The Tornado yang mencuri artefak-artefak bersejarah tersebut. Kelompok penyelidik ini juga menduga bahwa artefak-artefak tersebut akan dijual. Dan, pebisnis yang kerap melakukan perdagangan barang-barang kuno adalah Avellenada (Jeremy Irons).

Tim penyelidik pun mengunjungi kediaman Avellenada di Italia. Mereka menginterogasinya. Tapi nihil. Kemudian, tanpa diduga cincin pemuka agama Paus juga dicuri. Selain itu, berlian Pink Panther yang ada di Perancis ikut-ikutan lenyap diambil The Tornado. Tim penyelidik kecolongan. Media massa yang menyoroti kasus ini mulai menganggap remeh tim tersebut. Apalagi, terhadap Inspektur Clouseau yang notabene pernah menyelamatkan Pink Panther.



Namun begitu, akhirnya tim penyelidik berhasil menangkap The Tornado. Barang-barang bersejarah yang dicuri pun kembali. Tapi Pink Panther belum ditemukan. Lagi-lagi, Clouseau dianggap tak becus mengemban tugas. Apalagi, kelakukannya justru menambah buruk keadaan. Akhirnya, dia dikeluarkan dari tim.

Untuk film bergenre komedi, tontonan ini bisa dibilang lebih berhasil mengundang tawa penonton dibandingkan film Get Smart (2008). Di film yang ceritanya juga ditulis oleh Steve Martin dan dibantu Scott Neustadter dan Michael H Weber ini banyak memberikan adegan-adegan konyol yang ditimbulkan dari kecerobohan Clouseau. Hal ini jelas berbeda dengan film intelijen dengan bintang Steve Carell yang kekonyolannya kurang dieksplor. Jadinya, suasana yang ceria dan kocak lebih terasa dibanding film Get Smart.



Meskipun tidak ada yang terlalu istimewa di film arahan Harald Zwart ini, film ini justru menyelipkan sisi romantis antara Clouseau dan Nicole (Emily Mortimer), seorang sekretaris kepolisian. Namun, sisi romantis tersebut tetap berada dalam tataran komedi. Adegan tersebut terlihat ketika Clouseau dan Nicole memadu kasih di depan restoran yang terbakar karena ulah konyol Clouseau.

Adegan konyol yang dibuat Clouseau juga tampak saat melakukan rekonstruksi kejadian hilangnya cincin Paus. Dengan baju kebesaran Paus, Clouseau yang bolak balik berdiri di balkon akhirnya malah terjatuh. Adegan ini setidaknya agak merendahkan Paus.



Sementara itu, kehadiran tokoh Sonia secara tiba-tiba agak menyiratkan adanya keanehan yang nantinya akan terjadi. Betul saja, di akhir film, Sonia justru menjadi aktor utama dari rentetan hilangnya barang-barang bersejarah di empat negara itu.

Namun, terlepas dari lazimnya tontonan bergenre komedi, film dengan bintang Steve Martin ini mampu memancing tawa penonton. Di samping itu, tentu saja film ini menghibur. Jadi, bersiaplah untuk terpingkal-pingkal.

Friday, January 30, 2009

Kisah Bayi yang Terlahir Tua

Judul Film : The Case of Curious Benjamin Button
Genre : Drama
Pemain : Brad Pitt, Cate Blanchett, Taraji P Henson, Julia Ormond, Jason Flemyng, Tilda Swinton, Joanna Sayler
Sutradara : David Fincher
Produksi : Paramount Pictures dan Warner Bros
Durasi : 166 menit
Rating : 5/5


Di malam perayaan berakhirnya Perang Dunia I atau sekitar tahun 1918, seorang bayi terlahir dengan kelainan fisik. Tubuhnya keriput, menyerupai lelaki tua yang berumur 80 tahun. Ibu bayi tersebut meninggal, sedangkan ayahnya, Thomas Button (Jason Flemyng), malah membuang bayi tersebut karena dianggap monster.

Beruntung bayi tersebut diselamatkan Queenie (Taraji P Henson), perawat di sebuah panti jompo. Menurut dokter yang dipanggil Queenie, bayi tersebut mengidap penyakit langka. Umur bayi itu tak akan lama. Namun, perkiraan tersebut salah. Bayi bernama Benjamin (Brad Pitt) itu dapat bertahan hidup dan tinggal di panti jompo.

Hari demi hari kondisi Benjamin tampak lebih bugar dibanding penghuni panti lainnya. Meski wajahnya masih terlihat renta, perilaku Benjamin mirip seorang anak kecil yang ingin mengetahui banyak hal. Karena itu, ia pernah diajar bermain piano oleh salah satu penghuni panti.

Salah satu cucu dari penghuni panti, Daisy menjadi teman Benjamin setiap akhir pekan. Kehidupan Benjamin makin hidup. Kendati Benjamin terlihat tua, Daisy justru melihat ada sesuatu yang istimewa di diri Benjamin.

Suatu saat, Benjamin bermain di pelabuhan. Sampai akhirnya, Kapten Mike mencari anak buah kapal. Benjamin pun melamar untuk bekerja di kapal tersebut. Hal itu justru membawa Benjamin berkeliling dunia. Bahkan, mulai mengenal seks dan terpikat kecantikan Elizabeth Abbots, istri menteri luar negeri Inggris. Benjamin juga ikut Perang Dunia II.

Setelah itu, Benjamin bertemu Queenie dan Daisy (Cate Blanchett) yang telah dewasa dan cantik serta menjadi penari balet. Benjamin juga tampak lebih muda dari sebelumnya. Sampai akhirnya Benjamin berkenalan dengan Thomas, ayah yang membuangnya. Ketika Thomas meninggal, Benjamin mendapatkan banyak warisan, mulai dari pabrik kancing, rumah mewah di tengah kota dan pinggir pantai, serta perahu layar.

Akan tetapi, setelah Queenie meninggal, pria yang hidup makin muda itu akhirnya menikah dengan Daisy dan menghasilkan seorang putri yang cantik. Caroline namanya.

Kini, di sebuah rumah sakit, Caroline (Julia Ormond) diminta Daisy—yang sedang menanti ajal karena penyakit gula—untuk membacakan buku harian milik Benjamin. Diiringi badai katarina yang siap menyerang, lembaran-lembaran buku yang dibaca Caroline menjadi perpindahan adegan ke kehidupan Benjamin di masa lampau.

Penggunaan alur flashback itu digarap apik oleh David Fincher, sang sutradara. Penonton diajak memasuki tiap sendi kehidupan Benjamin yang akhirnya meninggal dalam kondisi bayi. Setiap adegan yang diperlihatkan Fincher menghadirkan sinematografi yang indah dan memanjakan mata, khususnya ketika Benjamin dan Daisy memadu kasih di kapal layarnya.

Hal menarik lain dari film yang mengadaptasi cerita pendek karya F Scott Fitzgerald dalam bukunya Tales of the Jazz Age (1921) itu adalah tata rias yang hampir sempurna. Penampilan Brad Pitt dan Cate Blanchett untuk menunjukkan masanya sungguh nyata. Itu tentu dibantu dengan penggunaan teknologi dan efek visual yang amat maksimal, sehingga mampu menghadirkan tampilan fisik Brad maupun Cate yang nyata.

Untuk menghadirkan hal tersebut, Fincher bahkan menggunakan tujuh aktor untuk memerankan Benjamin tua hingga muda. Mereka adalah Peter Badalamenti, Robert Tower, Tom Everrett, Spencer Daniels, Chandler Canterbury, dan Charles Henry Wyson. Brad hanya memberikan wajahnya untuk dipadukan dengan tubuh ketujuh orang tersebut. Brad Pitt benar-benar tampil utuh ketika adegan di kapal saat salju menerpa.

Tak heran, untuk kategori tata rias dan efek visual film ini masuk nominasi Oscar 2008. lebih dari itu, film ini juga dinominasikan untuk kategori sinematografi, rancangan kostum, film terbaik, aktor terbaik, aktris pendukung terbaik, artistik, sutradara, penata musik, editing, penata suara, dan skenario.

Pada akhirnya, film yang diakui Fincher cukup lama dalam proses penggarapannya, yakni sejak 2003, ini mencoba mengajak penonton becermin betapa hidup adalah sebuah proses yang harus dilewati. Diawali dari proses kelahiran, hingga mencapai proses kematian. Cinta dan perjuangan hidup menemukan identitas diri juga menjadi bagian yang menarik untuk disimak.

Wednesday, January 28, 2009

Mengangkat Kisah Anak Jalanan

Judul Film : Sepuluh
Genre : Drama
Pemain : Rachael Maryam, Ari Wibowo, August Melasz, Keke Harun, Yofana, Gesar, Prana, Mario Tanzala
Sutradara : Henry Riady
Produksi : First Media Production
Durasi : 120 menit
Rating : 2/5

Nasib anak jalanan diangkat dalam film perdana Henry Riady berjudul Sepuluh. Potret kehidupan anak jalanan yang dibayang-bayangi berbagai kejahatan seperti penculikan, pelecehan seksual, narkoba, dan perdagangan organ tubuh diungkap dengan gamblang dalam film produksi First Media Production ini.

Namun, pengungkapan kisah anak jalanan tersebut diambil dari pandangan seorang wanita bernama Yanti (Rachael Maryam). Sepuluh tahun lalu Yanti kehilangan anak kandung yang dijual oleh suaminya, Aditya (Mario Tanzala) demi mendapatkan narkoba. Karena ulah Aditya pula, Yanti harus meringkuk di tahanan karena ditemukan narkoba di rumahnya.

Sepuluh tahun berlalu, Yanti berupaya untuk mencari anaknya yang hilang. Ia mendatangi rumah orangtua Aditya. Namun, sia-sia. Tak ada kabar anaknya. Malah dia diusir oleh ibu Aditya.

Untuk menjalani hidup, Yanti bekerja sebagai buruh cuci pakaian di perkampungan kumuh di Jakarta. Sampai suatu ketika, Yanti memergoki Mongki (Yofana) yang sedang dipukuli. Mongki rupanya anak jalanan yang diawasi oleh Dargo (August Melasz), preman yang membeli Mongki dari Aditya.


Akhirnya, Yanti menolong Mongki dan merawatnya. Dari situ, hubungan Yanti dan Mongki makin akrab. Sampai akhirnya, Yanti bercerita bahwa anaknya yang bernama Maria hilang sejak sepuluh tahun lalu. Mongki sebetulnya anak Yanti yang hilang itu.

Seiring berjalannya waktu, Yanti sadar akan adanya eksploitasi anak dan penjualan organ secara ilegal yang dilakukan Dargo. Satu per satu anak jalanan yang ada di bawah pengawasan Dargo menghilang. Termasuk, sahabat Mongki, Darius (prana). Itu membuat Yanti takut kehilangan Mongki.

Sementara itu, mantan kekasih Yanti, Thomas (Ari Wibowo), juga takut kehilangan anaknya, David (Gesar), karena sakit ginjal. Ketika David harus segera dioperasi, Thomas menghubungi Dargo untuk mendapatkan ginjal bagi anaknya. Dargo pun memberikan Mongki.

Alur Lambat
Penggunaan alur dalam film ini cukup lambat. Akibatnya, film yang durasinya sekitar 120 menit terkesan bertele-tele. Penonton pun dibuat bosan dari alur yang lambat dan pelan ini. Mungkin alur ini ingin mempertegas suasana yang dibangun. Misalnya soal bagaimana pahitnya perasaan Yanti ketika harus hidup sendiri karena Aditya meninggal dan Maria belum juga ditemukan. Hanya foto-foto Maria dan kotak musik sebagai obat kesendiriannya.

Alur lambat tersebut dikarenakan ada beberapa tokoh yang kehadirannya justru tidak penting. Bahkan, tidak dapat membangun jalannya cerita. Seperti kemunculan tetangga Aditya yang mengabarkan bahwa kehadiran Yanti diperlukan Aditya. Jika tokoh ini memang perlu dihadirkan, setidaknya tidak tiba-tiba hadir kemudian tak muncul lagi di adegan selanjutnya. Ada pula tokoh Plontos yang tak memberikan arti apa-apa.

Akibat menggunakan alur yang lambat justru menimbulkan keganjilan dalam pengadegan. Misalnya, Yanti yang hidup sebagai buruh cuci malah bisa membelikan Mongki dan Darius baju baru di supermarket besar. Penggunaan telepon genggam juga terasa ganjil karena hanya ada untuk mengabarkan bahwa Aditya membutuhkan Yanti. Begitu pula ketika Dargo berhasil masuk ke rumah sakit dan menyandera Mongki. Padahal, dia sedang diburu oleh kepolisian.

Terlepas dari itu, musik pengiring yang dibuat Addie MS berhasil mengungkapkan suasana yang ingin dibangun. Alunan musik yang ada terasa pas dengan suasana yang terjadi. Ini salah satu kelebihan film yang mulai diputar tanggal 5 Februari 2009 dan menghabiskan dana Rp 12,7 miliar.

Di samping itu, pemilihan tema dalam film ini perlu diapresiasi. Sebab, tema yang mengangkat permasalahan anak jalanan jarang diungkap ke layar lebar. Apalagi, di balik kehidupan anak jalanan ada banyak kejahatan yang mengancam. Karena itulah, Henry yang baru pertama kali membuat film ini ingin mengajak masyarakat berbuat sesuatu untuk anak jalanan seperti yang ditunjukkan Thomas di akhir film.