Friday, November 28, 2008

Terjebak Konspirasi Kontrak Pembunuhan

Judul Film : The Contract
Genre : Drama misteri kejahatan
Pemain : Morgan Freeman, John Cusack, Jamie Anderson, Alice Krige
Sutradara : Bruce Beresford
Produksi : Contract Production
Durasi : 96 menit


Hubungan antara Ray Keene (John Cusack) dan Chris Keene (Jamie Anderson) sedang tak baik. Komunikasi di antara ayah dan anak itu bermasalah. Bahkan hampir terjadi keributan, meski tidak terlalu emosional.

Ray yang mantan polisi dan kini menjadi guru olahraga di sebuah sekolah ini menginginkan Chris untuk tidak tercebur ke dalam pengaruh obat-obatan terlarang. Apalagi sampai menjadi pecandu. Namun, Chris malah membantahnya dengan mengatakan bahwa Ray juga pernah melakukan hal itu ketika masih seusianya.

Akhirnya, Ray berinisiatif mengajak Chris berlibur dengan mendaki gunung. Itu dilakukan untuk memperbaiki komunikasi di antara keduanya. Setidaknya kedekatan antara mereka terjalin kembali.

Sementara itu, di lokasi lain, Frank Carden (Morgan Freeman) bersama timnya baru saja menjalankan misi pembunuhan berdasarkan kontrak yang telah mereka terima. Kelompok Carden ini beranggotakan beberapa pensiunan militer yang pernah melakukan aksi intelijen.

Namun, ketika akan menjalankan kontrak selanjutnya, Frank mengalami kecelakaan. Mobilnya ditabrak truk setelah dia ditelepon sang pemberi kontrak. Frank akhirnya dibawa ke rumah sakit. Namun, karena dia membawa senjata, polisi menangkapnya. Identitasnya pun terkuak. FBI turun tangan untuk menanganinya.

Anggota tim Carden tidak tinggal diam. Mereka berusaha membebaskan Frank karena dia satu-satunya yang berhubungan dengan orang yang memberikan kontrak. Apalagi, pembayaran misi lewat Frank.

Ketika tim itu berusaha menolong Frank, mobil yang membawa Frank malah tercebur jurang. Di tepi jurang, Frank diselamatkan Ray dan Chris yang sedang mendaki. Tapi FBI yang membawa Frank tewas setelah berpesan kepada Ray untuk menyerahkan Frank ke polisi.

Akhirnya, Ray dan Chris dikejar-kejar anggota Frank. Nyawa mereka pun menjadi taruhan. Sementara polisi kota justru sibuk mengamankan prosesi pemakaman seorang anak miliarder yang tewas karena ulah Frank. Ray dan Chris terjebak dalam konspirasi kontrak pembunuhan.

Secara umum, cerita film yang telah lama dirilis, tetapi baru masuk Indonesia belum lama ini cukup istimewa. Inti film ini memang bagaimana upaya Ray menyelamatkan Chris dari pengaruh dan niat jahat Frank.

Akan tetapi, upaya itu dibumbui juga dengan pengkhianatan yang dilakukan salah satu anggota kelompok Frank. Frank juga menjadi incaran pembunuhan. Dengan begitu, film ini menjadi menarik sehingga ceritanya bisa mudah diikuti penonton.

Kendati ceritanya mudah diterima, ada beberapa adegan yang dibangun justru terkesan agak dipaksakan muncul. Misalnya ketika Ray dan Chris bertemu dengan dua pendaki lain. Lalu, pendaki laki-laki tersebut tewas tertembak anggota tim Frank. Dan di akhir cerita, pendaki wanitanya malah memiliki hubungan khusus dengan Ray.

Sementara itu, upaya Ray untuk membangun komunikasi yang baik dengan anaknya tidak diekspos lebih dalam di film ini. Hanya ada sedikit pembicaraan tentang masa lalu ketika mereka akan mulai mendaki.

Untuk adegan pertarungan antara Ray dan anggota tim Frank juga tidak menarik. Ray yang menjadi guru olahraga malah mampu mengalahkan lima orang teman-teman Frank. Padahal anggota tim Frank merupakan para alumni dari dinas intelijen militer.

Meskipun demikian, akting Morgan Freeman cukup apik sebagai pembunuh bayaran yang tampil dingin. Tidak ada gurat di wajahnya yang menandakan ketegangan ketika Frank berupaya untuk membunuh. Frank terlihat berhati-hati dan penuh perhitungan dalam menjalankan sebuah misi kontrak pembunuhan. Morgan Freeman tampil amat santai di film ini.

Romantisme Kisah Cinta Manusia dan Vampir

Judul Film : Twilight
Genre : Drama fantasi romantis
Pemain : Kristen Stewart, Robert Pattinson, Billy Burke, Peter Facinelli, Elizabeth Reaser
Sutradara : Catherine Hardwicke
Produksi : Summit Entertainment
Durasi : 120 menit


Siapa saja bisa jatuh cinta. Cinta juga bisa hadir untuk siapa saja. Sebab, cinta itu memang indah, namun terkadang membutakan.

Secara diam-diam cinta ini muncul di hati Isabella Swan (Kristen Stewart), gadis yang baru saja pindah ke kota kecil bernama Forks. Cinta Bella hadir untuk pemuda tampan berwajah pucat yang memiliki sorot mata tajam dan alis tebal. Pria itu bernama Edward Cullen (Robert Pattinson). Namun, dia bukanlah pria biasa yang hidup seperti manusia normal. Dia adalah makhluk penghisap darah atau vampir.


Rasa cinta yang dialami Bella berawal dari pandangan mata di sekolah. Bella yang baru pindah tentu ingin mencari teman. Namun, dia terpikat oleh kemisteriusan Edward yang selalu berkumpul dengan keluarganya. Di sekolah juga seperti itu. Para siswa menganggap Edward dan keluarganya sebagai keluarga yang aneh. Karena itu, banyak siswa yang tidak menyukai mereka.

Justru Bella menganggap Edward sebagai pemuda dingin yang banyak masalah. Karena itu, dia ingin membantu Edward. Apalagi, ketika sehari setelah mereka bertemu, Edward tidak masuk kelas. Lambat laun akhirnya mereka mulai dapat berkomunikasi dan makin akrab.

Edward juga sering memperhatikan Bella ketika tidur. Itu dilakukannya karena dia juga tertarik dengan Bella. Bahkan, Edward menolong Bella ketika ada mobil yang akan menabraknya. Edward menahan mobil itu dengan satu tangan.


Dari situ, Bella mulai curiga dengan Edward. Ada sesuatu di diri Edward. Bella lalu mencari tahu siapa sebenarnya Edward berdasarkan petunjuk yang didapat. Hingga akhirnya, Bella mengetahui jati diri Edward yang seorang vampir. Bella bisa menerima itu. Apalagi keluarga besar Edward yang hanya menghisap darah binatang juga bisa menerima kehadiran Bella.

Sementara itu, ada vampir lain yang juga hadir di kota Forks. Mereka mencari penduduk kota yang sendirian untuk dihisap darahnya. Sampai suatu ketika, vampir ini mengincar Bella. Tentu Edward, kekasih Bella, tak tinggal diam. Sebab, Bella adalah wanita yang telah ia tunggu-tunggu selama 90 tahun.


Twilight merupakan film yang diangkat dari novel karya Stephenie Meyer berjudul sama. Dalam film ini, vampir tidak lagi menjadi makhluk yang menyeramkan dan selalu mengincar darah manusia. Darah manusia yang menjadi makanan favorit diganti dengan darah binatang.

Vampir di film ini seakan dibuat lebih manusiawi. Makanya, tampilannya pun dibuat lebih sopan, rapi, dan eksklusif. Tak ada gigi taring yang terlihat. Mereka bahkan bisa memiliki rumah besar dan mobil mewah. Jadi, kehidupannya seperti manusia pada umumnya.


Bedanya, mereka tidak dapat mati. Buktinya, di rumah keluarga Edward terkumpul banyak topi wisuda SMA dari beberapa tahun. Romantisme pacaran ala vampir pun berbeda. Antara Bella dan Edward tidak berpacaran dengan menonton film di bioskop, tetapi lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon sambil melihat pemandangan yang indah.

Meskipun begitu, sifat asli dan keinginan untuk menghisap darah manusia terkadang muncul. Tetapi, bagi keluarga Edward, hal itu harus mereka tahan karena mereka sedang ‘diet’ menghisap darah. Ini menjadi cobaan Edward ketika hubungannya dengan Bella makin akrab.

Sayangnya, alur film yang berdurasi hampir dua jam ini terkesan bertele-tele, khususnya ketika di tengah film. Ada beberapa adegan yang seharusnya tidak dibuat panjang-panjang. Mungkin ini dibuat agar sama dengan versi bukunya.

Di samping itu, alur film juga terkesan datar. Konflik baru muncul ketika ada vampir lain yang mengincar Bella. Namun, ketegangan dari adegan itu kurang terlihat. Akibatnya, jalan cerita menjadi biasa saja. Meski demikian, film ini memberikan gambaran vampir yang berbeda.

Thursday, November 27, 2008

Dari Fitri

Saat orang-orang menyanjungmu
ternyata kau hanya seorang yang banyak cela

Saat banyak orang yang bilang kau baik
ternyata hanya alpa yang belum nampak

Saat orang-orang menganggap kau sempurna
ternyata hanya aibmu yang belum terlihat


sekitar kuartal 2006

Wednesday, November 19, 2008

Ekspedisi ke Dalam Perut Bumi

Judul Film : Journey to the Center Earth
Genre : Petualangan
Pemain : Brendan Fraser, Josh Hutcherson, Anita Breim, Seth Meyers
Sutradara : Eric Brevig
Produksi : New Line Cinema dan Walden Media
Durasi : 93 menit


Seorang ilmuwan bernama Profesor Max Anderson menghilang secara misterius pada tahun 1997. Tak ada bukti yang memberikan petunjuk hilangnya ilmuwan tersebut.

Sementara itu, setelah sepuluh tahun berlalu, Trevor Anderson (Brendan Fraser), saudara kandung Max yang sama-sama berprofesi sebagai ahli vulkanologi, menemukan novel Journey to the Center Earth di sebuah kotak yang dibawa Sean (Josh Hutcherson), anak lelaki Max. Dari novel tersebut, Trevor menemukan petunjuk untuk menemukan saudaranya yang hilang.

Trevor yakin petunjuk tersebut bisa mengungkap keberadaan Max. Untuk itu, dia bersama Sean berpetualang mengunjungi Iceland untuk mencari Max. Sesampainya di Iceland, mereka bertemu Hannah (Anita Briem) yang bersedia menemani mereka untuk menemukan Max.

Awalnya, mereka mendaki gunung untuk menemukan sensor seismik yang memberikan petunjuk terakhir keberadaan Max. Namun, ketika Trevor berupaya mencabut sensor tersebut untuk mengambil data yang tersimpan, cuaca berubah secara drastis. Sambaran petir pun datang bertubi-tubi. Sebab, sensor seismik tersebut justru menarik petir ke bumi.

Akhirnya, mereka berlindung ke dalam goa. Nahas, dinding mulut goa tersebut runtuh karena tersambar petir. Mereka terperangkap di dalam goa. Dari sinilah ekspedisi ke perut bumi dimulai.

Tak mungkin membongkar tumpukan batu dari mulut goa, mereka memutuskan mencari jalan lain dengan menelusuri goa. Mereka menemukan sebuah tambang yang sudah lama ditinggalkan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh Hannah, tambang tersebut sudah tidak dioperasikan karena mengalami bencana. Sebanyak 81 penambangnya tewas dan hanya seorang yang selamat.

Penelusuran tambang tersebut malah membuat mereka kian terperosok ke dalam perut bumi yang jaraknya sangat dalam. Justru karena itu, mereka menemukan sesuatu yang tak pernah ditemukan di permukaan bumi. Mereka melihat suasana perut bumi yang sangat menakjubkan. Bahkan, di dalamnya ada kehidupan yang tak mungkin diperkirakan banyak orang.

Berbeda dengan film petualangan lainnya, sutradara Eric Brevig menyajikan sesuatu yang khas pada film ini. Ciri khas tersebut menonjol pada tampilan film yang diberikan Eric. Film ini dapat ditonton secara tiga dimensi (3D). Hasilnya tentu memberikan tampilan yang lebih tajam dan tampak nyata di hadapan penonton. Dengan begitu, penonton dapat merasa ikut berpetualang ke dasar bumi bersama Trevor, Sean, dan Hannah.

Karena dapat ditonton secara tiga dimensi, tampilan gambar di film ini dibuat senyata mungkin. Burung kecil yang bersinar dan selalu menemani Sean, batu yang dapat mengambang karena berada di medan magnet bumi, lautan yang terhampar luas dengan paparan sinar yang berasal dari kumpulan gas, serta ikan dan tanaman bertaring yang ganas tampak amat nyata. Jadinya, semua visual efek dan efek tiga dimensi dalam film ini begitu hidup.

Untuk menonton film yang diangkat dari novel fantasi klasik berjudul Journey to the Center Earth karya Jules Verne di tahun 1864 ini penonton tak perlu mengernyitkan dahi terlalu dalam. Bahkan, akal sehat dan logika sepertinya harus dikesampingkan. Misalnya, adanya dinosaurus di dalam perut bumi. Penonton tak perlu pusing memikirkan apakah itu benar atau tidak.

Kata-kata ilmiah yang selalu diungkapkan Profesor Trevor Anderson dan kata-kata asing yang kerap terdengar juga tak perlu dipikirkan penonton. Itu hanya untuk menunjukkan sisi keilmuwan dari Trevor. Jadinya, silakan menikmati film berdurasi 93 menit ini dengan santai dan nikmati indahnya pemandangan perut bumi tanpa harus berpikir rumit. Sebab, alur ceritanya juga sederhana.

Tuesday, November 18, 2008

Membangun Komunikasi dan Interaksi Positif

Judul Buku : Bagaimana Memulai Percakapan dan Menjalin Persahabatan
Penulis : Don Gabor
Penerbit : Ufuk Press
Terbit : November 2008
Halaman : xii + 260


Komunikasi menjadi sarana penting untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Entah itu rekan bisnis, teman kerja, keluarga, ataupun orang yang berseberangan dengan pemikiran kita. Karena hal itu, komunikasi membawa manusia dapat berinteraksi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Namun demikian, tidak semua manusia dapat berkomunikasi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Di sinilah uniknya. Manusia sebagai makhluk individu yang sekaligus sebagai makhluk sosial.

Ada beberapa hambatan dan keengganan dalam diri yang membuat manusia sulit untuk memulai komunikasi dan berinteraksi. Akibatnya, manusia seperti terkungkung dalam kesendirian. Padahal sebetulnya manusia merupakan makhluk unik yang tidak dapat hidup dengan orang lain. Karena itulah buku ini hadir untuk mendobrak kebuntuan saat mengawali berkomunikasi dengan orang lain.

Masalah utama yang sering dialami seseorang untuk memulai percakapan adalah kekurangpercayaan diri. Inilah yang menyebabkan kecemasan dan rasa takut menghantui saat memutuskan memulai percakapan dengan orang lain.

Menurut Don Gabor, perlu memberikan kesan menarik sebelum memulai percakapan. Bahasa tubuh merupakan faktor pertama yang mesti diperhatikan. Sebab, bahasa tubuh mengomunikasikan perasaan dan sikap kita sebelum memperlihatkan tingkat penerimaan terhadap orang lain (hlm 4). Apabila bahasa tubuh telah menunjukkan bahwa diri kita terbuka, orang lain akan senang diajak berkomunikasi. Percaya diri juga akan meningkat.

Gabor melanjutkan, setelah mampu membangun percaya diri yang ditunjukkan dengan bahasa tubuh, melontarkan pertanyaan-pertanyaan ritual dan cuma-cuma menjadi langkah selanjutnya dalam menjalin interaksi. Namun sebelumnya, jangan lupa untuk memperkenalkan diri, tujuan, dan alasan berkomunikasi serta mengingat nama orang yang diajak berbincang-bincang.

Sambil mengajukan pertanyaan-pertanyaan umum, penulis yang dikenal sebagai pelatih komunikasi dunia ini juga menyarankan mencari minat orang yang diajak bicara. Carilah pemicu reaksi (minat) orang lain untuk membicarakannya dan ungkapkan pula minat Anda sehingga komunikasi akan terjaga dan berlangsung terus-menerus (hlm 90).

Komunikasi sebetulnya merupakan percakapan dua arah. Dalam hal ini, selain mampu menyampaikan ide atau gagasan yang kepada lawan bicara, mendengarkan apa yang diutarakan orang lain juga menjadi hal lain yang perlu diperhatikan. Mendengarkan aktif mendorong orang untuk terus berbicara (hlm 42). Lagi pula percakapan yang baik merupakan keseimbangan antara berbicara dan mendengarkan (hlm 92).

Layaknya perjumpaan yang diikuti perpisahan, komunikasi juga demikian. Menutup komunikasi dengan meninggalkan kesan positif dapat menjalin hingga ke jenjang persahabatan. Untuk mencapai hal tersebut, Gordon memberikan beberapa teknik membuat lawan bicara terkesan dan mau melanjutkan percakapan di lain hari.

Teknik-teknik tersebut di antaranya menyatakan sesuatu yang menarik dari orang yang diajak bicara, mengutarakan menikmati perbincangan dan mengajak untuk bicara lagi di lain waktu, serta mengucapkan sampai jumpa (hlm 134).

Buku ini tidak hanya mengulas dengan terperinci mengenai teknik dan cara memulai sebuah percakapan, tetapi juga mengenai hal-hal yang dilarang ketika berkomunikasi dengan orang lain. Di samping itu, buku ini memaparkan teknik dan hal yang mesti dihindari ketika berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari negara lain. Berinteraksi melalui e-mail dan ruang chatting juga diulas dalam buku ini yang dilengkapi dengan paparan mengenali gaya percakapan.

Pemaparan dan ulasan tersebut terbagi dalam empat bagian. Bagian pertama mengulas bagaimana memulai percakapan dengan percaya diri, bagian kedua bagaimana melanjutkan percakapan dengan kepintaran dan pesona. Adapun bagian ketiga menerangkan cara mengakhiri percakapan dengan kesan yang hebat, sementara bagian terakhir memaparkan cara berkomunikasi ke tingkat selanjutnya.

Buku, yang pengemasannya kurang teliti terutama soal kesalahan ketik dan nama bagian pembahasan yang tidak ditulis dalam daftar isi, ini ditulis dengan bahasa ringan dan mudah dicerna. Dengan begitu, buku ini layak dibaca berbagai kalangan untuk menjalin interaksi, komunikasi, dan persahabatan dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Tuesday, November 11, 2008

Adanya Hanya Apa Adanya

Aku hanya orang biasa dan sederhana
Aku juga hanya orang yang apa adanya

Adanya hanya kardus bekas untuk tidur
Adanya hanya satu setel pakaian di badan
Adanya hanya uang receh tuk makan hari ini
Adanya hanya langit tuk jadi atap

Adanya hanya apa adanya

Aku hanya orang biasa dan sederhana
Aku hanya berharap bertemu orang biasa dan sederhana
Tentu saja juga apa adanya

Adanya hanya rumah tingkat di Pondok Indah
Adanya hanya mobil ber-AC
Adanya hanya emas di brankas
Adanya hanya jabatan komisaris

Adanya hanya apa adanya

Aku hanya orang biasa dan sederhana
Aku juga hanya orang yang apa adanya

Thursday, November 06, 2008

James Bond Kehilangan Ciri Khas

Judul Film : Quantum of Solace
Genre : Aksi/Laga
Pemain : Daniel Craig, Olga Kurylenko, Judi Dench, Mathieu Amalric, Gemma Artenton, Jesper Christensen
Sutradara : Marc Foster
Produksi : Sony Pictures
Durasi : 105 menit


Petualangan detektif mata-mata asal Inggris James Bond berlanjut. Namun, film yang dibesut Marc Forster ini sedikit berbeda dengan film-film James Bond sebelumnya. Tokoh James Bond juga dihadapkan pada dua hal, yaitu sisi emosionalnya dan tanggung jawab terhadap tugas.

Quantum of Solace merupakan kelanjutan dari film Bond sebelumnya, Casino Royale. Di akhir film terdahulu, nyawa M (Judi Dench) terancam. Bond (Daniel Craig) pun berusaha menyelidikinya, termasuk menelisik kematian Vesper, kekasih Bond di film Casino Royale. Penyelidikan tersebut berlanjut di film ini, tetapi bukan menjadi ide utama film.

Awalnya, Bond berhasil menangkap White (Jesper Christensen), orang yang diduga berusaha membunuh M dan orang di balik kematian Vesper. Penangkapan itu terjadi di Siena, Italia. Ketika diinterogasi, White mengatakan, “Organisasimu tak tahu kalau sedang dimata-matai kelompok lain.” Setelah itu, seorang anggota intelijen yang dipimpin M membelot. White pun bebas.

Sementara itu, Bond mendapatkan tugas menyelidiki rencana kudeta yang terjadi di Bolivia. Penyelidikan ini membawa Bond hingga ke Haiti. Di sana, Bond bertemu Camille (Olga Kurylenko) yang membawanya mengenal Dominic Greene (Mathieu Amalric), pebisnis yang kejam. Green juga memimpin Quantum, organisasi yang berusaha menguasai sumber daya air di Bolivia.

Untuk mencari informasi lebih jauh mengenai Greene, Bond harus terbang hingga ke Austria. Dari sini, diketahui bahwa banyak pejabat dari berbagai negara yang berminat dengan rencana Quantum. Liciknya, Greene menyembunyikan misinya dengan kegiatan peduli lingkungan dan bisnis minyak.

Greene juga mendukung Jenderal Medrano (Joaquin Cosio) yang berencana melakukan kudeta di Bolivia. Namun syaratnya, Medrano harus menyerahkan salah satu wilayah di Bolivia.
Medrano bersedia karena menganggap daerah tersebut tak memiliki apa-apa. Padahal di balik itu, daerah tersebut kaya air. Dalam rencana Greene, nantinya pemerintah yang baru akan membeli air tersebut darinya. Bond harus mencegah ini terjadi.

Musuhnya Emosi
Di film ini, Bond tidak hanya dihadapkan pada konspirasi yang dilakukan Greene, tetapi juga sisi emosionalnya. Setelah kematian Vesper, Bond selalu bertindak brutal dan liar ketika bertugas. Sebab, Bond frustrasi tak bisa membalas dendam.

Bahkan tak jarang, sejumlah saksi kunci dalam penyelidikannya terbunuh di tangan Bond. Rekan Bond, Mathis, dan beberapa detektif juga menjadi korban dalam upaya penyelidikan ini.
Tindakan ini tentu membuat M khawatir. Bahkan, Wakil perdana menteri Inggris meminta M untuk membawa Bond kembali ke London.

Camille, yang menjadi kekasih Greene, juga ingin meluapkan emosinya. Camille ingin membalas dendam kepada Jenderal Medrano yang telah menghancurkan keluarganya. Jadinya, Camille dan Bond bekerja sama untuk meraih tujuan mereka berbeda.

Ciri Khas Hilang
Quantum of Solace ini lain dari film Bond sebelumnya. Kekhasan film detektif 007 tidak terlihat di film ini. Penonton tidak akan mendengar ‘Bond, James Bond’ yang menjadi ciri khas James Bond ketika memperkenalkan diri.

Begitu pula ketika memesan minuman kesukaan Bond. Ungkapan, ‘shaken not stirred’ juga tidak terdengar. Malah, di suatu adegan, Bond meminum minuman yang belum pernah dirasakannya. Seorang pelayan bahkan harus menjelaskan minuman tersebut.

Alat-alat berteknologi modern dan kendaraan yang memiliki peralatan canggih juga tidak tampak di film ini. Hanya teknologi di kantor M yang terlihat modern dan telepon genggam milik Bond. Selebihnya, hanya peralatan biasa.

Meskipun demikian, adegan dalam film ini terasa lebih padat dan berisi dibanding film Bond lainnya. Selain karena durasinya yang lebih pendek, penggarapan film ini lebih terasa hidup.

Aksi-aksinya bahkan lebih menegangkan meski cerita dalam film ini sangat kompleks. Namun, sungguh sayang jika melewatkan film legendaris ini.