Genre : Drama
Pemain : Rachael Maryam, Ari Wibowo, August Melasz, Keke Harun, Yofana, Gesar, Prana, Mario Tanzala
Sutradara : Henry Riady
Produksi : First Media Production
Durasi : 120 menit
Rating : 2/5
Nasib anak jalanan diangkat dalam film perdana Henry Riady berjudul Sepuluh. Potret kehidupan anak jalanan yang dibayang-bayangi berbagai kejahatan seperti penculikan, pelecehan seksual, narkoba, dan perdagangan organ tubuh diungkap dengan gamblang dalam film produksi First Media Production ini.
Namun, pengungkapan kisah anak jalanan tersebut diambil dari pandangan seorang wanita bernama Yanti (Rachael Maryam). Sepuluh tahun lalu Yanti kehilangan anak kandung yang dijual oleh suaminya, Aditya (Mario Tanzala) demi mendapatkan narkoba. Karena ulah Aditya pula, Yanti harus meringkuk di tahanan karena ditemukan narkoba di rumahnya.

Untuk menjalani hidup, Yanti bekerja sebagai buruh cuci pakaian di perkampungan kumuh di Jakarta. Sampai suatu ketika, Yanti memergoki Mongki (Yofana) yang sedang dipukuli. Mongki rupanya anak jalanan yang diawasi oleh Dargo (August Melasz), preman yang membeli Mongki dari Aditya.

Akhirnya, Yanti menolong Mongki dan merawatnya. Dari situ, hubungan Yanti dan Mongki makin akrab. Sampai akhirnya, Yanti bercerita bahwa anaknya yang bernama Maria hilang sejak sepuluh tahun lalu. Mongki sebetulnya anak Yanti yang hilang itu.
Seiring berjalannya waktu, Yanti sadar akan adanya eksploitasi anak dan penjualan organ secara ilegal yang dilakukan Dargo. Satu per satu anak jalanan yang ada di bawah pengawasan Dargo menghilang. Termasuk, sahabat Mongki, Darius (prana). Itu membuat Yanti takut kehilangan Mongki.

Alur Lambat
Penggunaan alur dalam film ini cukup lambat. Akibatnya, film yang durasinya sekitar 120 menit terkesan bertele-tele. Penonton pun dibuat bosan dari alur yang lambat dan pelan ini. Mungkin alur ini ingin mempertegas suasana yang dibangun. Misalnya soal bagaimana pahitnya perasaan Yanti ketika harus hidup sendiri karena Aditya meninggal dan Maria belum juga ditemukan. Hanya foto-foto Maria dan kotak musik sebagai obat kesendiriannya.

Akibat menggunakan alur yang lambat justru menimbulkan keganjilan dalam pengadegan. Misalnya, Yanti yang hidup sebagai buruh cuci malah bisa membelikan Mongki dan Darius baju baru di supermarket besar. Penggunaan telepon genggam juga terasa ganjil karena hanya ada untuk mengabarkan bahwa Aditya membutuhkan Yanti. Begitu pula ketika Dargo berhasil masuk ke rumah sakit dan menyandera Mongki. Padahal, dia sedang diburu oleh kepolisian.

Di samping itu, pemilihan tema dalam film ini perlu diapresiasi. Sebab, tema yang mengangkat permasalahan anak jalanan jarang diungkap ke layar lebar. Apalagi, di balik kehidupan anak jalanan ada banyak kejahatan yang mengancam. Karena itulah, Henry yang baru pertama kali membuat film ini ingin mengajak masyarakat berbuat sesuatu untuk anak jalanan seperti yang ditunjukkan Thomas di akhir film.
wow...budgetnya lumayan yah...jadi tetep layak tonton kan mas???:D:D
ReplyDeletesilakan aja ditonton. saya cuma kasih gambaran aja. mau nonton atau gak ya terserah mbak ira aja. hehehe
ReplyDeleteIni pasti wartawan ya? Kok udah liat
ReplyDeleteAto masih kerabat ma Riady :)
hehehehe. saya hanya koelikata dan boereohkata yang senang dengan film mas. hehehehe.
ReplyDeletekalau saya kerabatnya dia, tentu resensinya diberi warna-warni agar indah dong.
filmnya memang sudah diputar kelihatannya wide di tanggal 5 Februari 2009. Sayang juga kurang oke, padahal saya menaruh pengharapan besar di film ini...
ReplyDeletemenaruh harapan besar seperti apa? Bisa dijelaskan dong sedikit.
ReplyDeleteSaya juga kurang begitu sreg dengan film ini meski berbiayanya sangat mahal.
Wartawan mana bang? Soalnya ada temenku yang jadi wartawan film khusus Indonesia. Dia temen diskusi film dulu pas di kampus :0
ReplyDeletesaya koelikata di koran ekonomi di jakarta, investor daily. mungkin pernah dengar? kebanyakan orang yang saya tanyakan sih bilang belum pernah denger tuh koran. hehehehe
ReplyDeleteIya bang belum denger :)
ReplyDeleteTempatku daerah kecil, kayaknya gak ada koran ini.
di jakarta saja hanya dijual khusus untuk kalangan bankir, prbankan, dan pemain saham. jadi wajar kalau di daerah gak ada. btw tinggal di daerah mana sih?
ReplyDeletewah wah...jangankan di daerah...gw aja yang di Jakarta belon pernah liat majalahnya...hahaha secara gw cuma tukang parkir kikikik..
ReplyDeletebtw, mo nanya sama bang eko nih...butuh berapa jam, hari ato minggu sih ngulas film ginian, detail banget.
apa jangan jangan sambil nonton sambil ngeblog ya bang...