Wednesday, February 25, 2009

Skandal Konspirasi Bankir Internasional

Judul Film : The International
Genre : Drama aksi
Pemain : Clive Owen, Naomi Watts, Armin Mueller Stahl, Ulrich Thomsen, Haluk Bilginer, Luca Barbareschi
Sutradara : Tom Tykwer
Produksi : Relativity Media
Durasi : 118 menit
Rating : 4/5


They control your money. They control your government. They control your life. And everybody pays

Ternyata banyak permasalahan yang tidak bisa diungkap di dunia ini. Semua itu tersimpan rapat karena banyak konspirasi yang terjadi. Bahkan, seluruh negara terlibat sehingga memunculkan permasalahan yang kompleks. Dan, tak ada yang bisa menguak konspirasi tersebut.

Namun, seorang agen Interpol Louis Salinger (Clive Owen) bersama asisten kejaksaan Manhattan Eleanor Whitman (Naomi Watts) berupaya membongkar konspirasi korupsi yang dilakukan International Bank of Business and Credit (IBBC) yang ada di Luksemburg. Bank tersebut diduga melakukan penjualan senjata. Senjata-senjata itu akan dikirim ke sejumlah negara dunia ketiga, seperti Liberia.

Dari pengakuan Jonas Skarssen (Ulrich Thomsen), pemilik IBBC, penjualan senjata yang dilakukannya memang untuk memunculkan konflik. “Konflik itu komoditas karena akan memberikan utang,” kata Skarssen. Dengan begitu, sudah dipastikan negara-negara dunia ketiga akan mencari pinjaman kepada bank untuk memulihkan perekonomian akibat konflik.

Itulah yang diselidiki Salinger dan Ella. Namun, untuk mengungkapnya tidak mudah. Butuh bukti dan kesaksian orang-orang yang terlibat. Sayang, beberapa orang saksi kunci yang mengetahui hal tersebut malah tewas dibunuh secara misterius. Termasuk, Thomas Schumer, rekan seprofesi dengan Salinger.

Sementara itu, Skarssen bekerja sama dengan penjual senjata asal Italia, Umberto Calvini (Luca Barbareschi), yang berupaya menjadi perdana menteri. Itu dilakukan untuk menutupi penjualan senjata yang dilakukan Skarssen. Dengan begitu, nama lembaga keuangannya tetap bersih. Namun, sebelum ada kesepakatan, Calvini tewas tertembak ketika berkampanye. Padahal, dia termasuk saksi kunci bagi Salinger dan Ella.

Akhirnya, Skarssen mengalihkan kerja samanya dengan penjual senjata asal Turki, Ahmet Sunay (Haluk Bilginer). Itu dilakukan setelah perundingan dengan anak Calvini juga tidak membuahkan hasil. Sementara negara Liberia telah meminta untuk segera dikirimkan senjata.

Kompleks
Permasalahan yang diawali dari tindakan pencucian uang yang dilakukan IBBC ternyata menimbulkan banyak permasalahan yang mengelilinginya. Tak hanya soal bisnis, tetapi juga menyangkut politik, ekonomi, keamanan suatu wilayah, perdagangan ilegal, dan pembunuhan. Jadi, tontonan ini memiliki permasalahan yang kompleks, rumit, dan penuh intrik.

Meski begitu, film ini masih dapat dinikmati. Sebab, inti permasalahan dalam film ini hanyalah tentang bagaimana menyembunyikan dan membongkar kejahatan tingkat internasional. Karena itu, film ini mengambil setting cerita di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Luksemburg, Turki, dan Italia. Juga jangan heran jika film ini melibatkan banyak karakter.

Lagi pula, film ini juga disuguhi dengan adegan tembak-tembakan yang menyebabkan banyak nyawa melayang. Adegan tersebut berlangsung di sebuah museum saat Salinger akan menangkap pembunuh Calvini. Ternyata, dalam adegan tersebut Salinger juga akan dibunuh oleh orang-orang suruhan Skarssen.

Aksi Salinger baru terlihat di adegan ini, meski kehebatannya tak menonjol. Sebab, dia lebih banyak ditolong pembunuh Calvini yang ternyata juga akan dibunuh. Akibatnya, karakter Salinger tidak terlihat sebagai Interpol yang mumpuni. Hanya watak keras, fokus, dingin, dan jarang senyum yang terlihat. Itu pun tak memberi kesan bahwa dia adalah bintangnya.

Akhir cerita film ini juga tak menggambarkan penyelesaian dari konspirasi yang terjadi. Penonton dibiarkan berpendapat sendiri. Akan tetapi, secara tersirat film ini mengabarkan bahwa konspirasi memang ada di muka bumi ini. Hal tersebut sulit untuk diungkap karena ada banyak kepentingan di dalamnya yang menyangkut hubungan antarnegara.

Tuesday, February 24, 2009

Mengupas Teka-teki Pembunuhan Berantai

Judul Film : Righteous Kill
Genre : Drama aksi
Pemain : Robert De Niro, Alpacino, Curtis Jackson, Carla Gugino, John Leguizamo, Donnie Whalberg, Tilby Glover
Sutradara : Jon Avnet
Produksi : Lions Gate Entertainment
Durasi : 103 menit
Rating : 3,5/5


Aktor kawakan Robert De Niro dan Alpacino kembali beradu akting dalam film Righteous Kill yang rilis tahun 2008. Dalam film ini keduanya menjadi pasangan detektif yang mendukung satu sama lain. Yang menarik, penonton akan dikejutkan di akhir film mengenai siapa sesungguhnya yang menjadi pembunuh berantai.

Film ini diawali dari beberapa kejadian pembunuhan yang terus terjadi secara berantai. Menariknya, di setiap peristiwa tersebut ada catatan yang sengaja ditinggalkan oleh sang pembunuh. Catatan tersebut berupa puisi yang berkaitan dengan tindakan para korban pembunuhan tersebut.

Hal menarik lainnya, para korban pembunuhan ternyata pernah berurusan dengan hukum. Namun, mereka selalu lepas dari jeratan hukum begitu berada di persidangan. Di samping itu, di tubuh para korban pembunuhan juga tidak ada tanda-tanda perlawanan ketika akan dibunuh.

Nah, kasus-kasus pembunuhan tersebut ditangani oleh pasangan detektif senior. Adalah Tom ‘Turk’ Cowan (Robert De Niro) dan David ‘Rooster’ Fisk sang detektif tersebut. Mereka selalu datang setiap ada pembunuh berantai tersebut terjadi. Namun, mereka juga tidak sendirian. Ada pula pasangan detektif muda yang menyelidiki kasus tersebut. Mereka adalah Simon Perez (John Leguizamo) dan Ted Riley (Donnie Wahlberg).

Akan tetapi, dua pasangan tersebut mempunyai caranya masing-masing untuk menyelidiki kasus pembunuhan berantai. Meski begitu, kedua pasangan detektif memiliki keinginan kuat untuk membongkar pembunuhan berantai tersebut.

Mereka juga dibantu oleh Karen Corelli (Carla Gugino), petugas forensik sekaligus kekasih Turk. Setiap petunjuk yang didapat selalu dibawa dan diidentifikasi oleh Karen.

Sampai akhirnya setiap petunjuk mengarah kepada Spider (Curtis Jackson), penjahat yang cukup dikenal. Akan tetapi, ternyata Spider menyangkal pembunuhan-pembunuhan tersebut. Bahkan, Turk dan Rooster tak bisa menangkap Spider karena tidak ada bukti yang kuat.

Akan tetapi, Perez dan Riley malah bekerja sama dengan Spider untuk memecahkan kasus ini setelah pasangan Perez-Riley dan Turk-Rooster menduga bahwa pembunuh berantai tersebut adalah seorang polisi.

Tak Terduga
Jalinan kisah dalam film ini sungguh menarik. Dari awal film, penonton sudah diarahkan untuk ikut terlibat. Bahkan, penonton sepertinya sudah diberi pesan bahwa penjahat tersebut adalah Turk. Buktinya, adalah rekaman video kesaksian Turk di awal film. Apalagi, film yang menggunakan alur mundur ini menggambarkan Turk yang memiliki karakter kasar, keras, temperamental, dan mudah marah.

Karakter ini justru berbeda dengan Rooster yang tampil kalem. Dia lebih banyak mendukung apa yang dilakukan Turk, termasuk kisah cinta Turk dan Karen. Rooster bahkan selalu menutupi kesalahan-kesalahan Turk ketika ditanyai oleh atasan mereka. Dengan demikian, penonton seakan teperdaya dengan gambaran-gambaran yang memojokkan Turk. Apalagi, setelah Rooster menduga bahwa pembunuh itu adalah seorang polisi.

Rooster berkomentar demikian karena dari hasil forensik, para korban tidak melakukan perlawanan sesaat sebelum dibunuh. Jadi, kuat dugaan polisilah yang menjadi pembunuhan tersebut.

Meski film ini mampu membuat penonton bertanya-tanya mengenai dalang pembunuhan tersebut, akting Robert De Niro dan Alpacino sepertinya tidak sebaik kualitas mereka. Mereka sebetulnya bisa bermain lebih apik seperti film-film sebelumnya seperti di The Godfather. Entah mengapa mereka kurang tampil impresif dalam film arahan Jon Avnet ini.

Akan tetapi, siapa sesungguhnya pembunuh berantai tersebut patut untuk ditelusuri. Bahkan, penonton akan terperangah begitu tahu siapa sesungguhnya aktor rentetan pembunuhan tersebut. Tentu itu akan lebih asyik jika menyaksikan film ini hingga akhir.

Monday, February 23, 2009

Melihat Cinta Pemuda Buta

Judul Film : Blind Dating
Genre : Komedi romantis
Pemain : Chris Pine, Eddie Kaye Thomas, Stephen Tobolowsky, Jane Seymour, Anjali Jay, Sendhil Ramamurthy
Sutradara : James Keach
Produksi : Catfish Production
Durasi : 95 menit
Rating : 2,5/5


Film ini sebetulnya sudah ditayangkan pertama kali pada tiga tahun lalu. Akan tetapi, film yang mengisahkan tema klasik tentang percintaan ini baru masuk ke Indonesia pada Tahun Kerbau. Meski begitu, tidak ada salahnya untuk menyaksikan film ini di waktu senggang.

Film ini diawali dari masa kecil Danny Wildasakee (Chris Pine) yang buta. Kendati mengalami tunanetra, Danny diperlakukan layaknya manusia normal oleh orang tua dan adiknya. Bahkan, Danny diajarkan main softball oleh ayahnya. Sementara ibunya amat mengawasi tindakan Danny sebagai wujud penebusan kesalahan karena melahirkan Danny secara prematur. Apalagi, Danny senang berjalan tanpa dibantu tongkat.

Hanya kakak Danny, Larry (Eddie Kaye Thomas), yang sering menggoda dan memperlakukan Danny tidak baik. Meski begitu, sebetulnya, Larry amat menyayangi Danny. Apalagi, ketika mereka beranjak dewasa. Larry membantu Danny untuk mencarikan wanita sebagai pacarnya. Apalagi, Danny cukup menawan. Namun, karena sifat jahilnya, Larry selalu memperkenalkan wanita-wanita yang tidak baik kepada Danny.

Suatu ketika Danny mendapatkan telepon dari dokter Perkins (Stephen Tobolowsky). Kabar baik datang. Danny kemungkinan dapat melihat dengan cara operasi. Apalagi, psikolog Evans (Jane Seymour) memberikan rujukan bahwa mental Danny amat siap. Awalnya, Danny ragu karena dijadikan relawan untuk operasi mata teknik baru.

Danny akhirnya mendatangi rumah sakit tempat dokter Perkins bekerja. Di situ, dia bertemu Leeza Raja (Anjali Jay), pekerja bagian administrasi rumah sakit yang keturunan India. Karena sering mendatangi rumah sakit tersebut untuk menjalani beberapa tes sebelum operasi, Danny pun sering bertemu Leeza. Mereka bahkan sempat jalan bareng. Dan ternyata, Danny menyukai Leezaa karena suara lembut dan keramahannya.

Namun, cinta mereka tidak semulus yang diharapkan. Sebab, Lisa sudah dijodohkan dengan Arvind (Sendhil Ramamurthy) yang sama-sama keturunan India. Lisa tidak mengatakan hal itu kepada Danny. Begitu mengetahui perjodohan tersebut, Danny amat terpukul dan merasa orang tunanetra tak pantas dengan manusia normal. Operasi mata pun terancam batal.

Dua Tema
Tema yang diangkat di film ini sebetulnya sederhana, yaitu tentang percintaan sepasang manusia yang berbeda kultur dan kebiasaan. Bahkan tema tontonan ini mirip dengan film-film Bollywood bertema cinta beda kasta. Dalam film ini, kasta tersebut diganti dengan budaya. Jadinya, kisah cinta budaya Barat dengan India yang kental.

Kendati kisah cinta di film ini tidak seekstrem tontonan Bollywood, justru hal itu membuat alur film ini lebih terasa alami dan tidak terkesan dibuat-buat. Apalagi, alur film ini juga terasa lambat. Jadi, menambah kesan natural.

Namun, dari penulisan cerita, film ini terkesan memberikan dua tema yang berbeda. Pertama, soal kisah cinta Danny dengan Leeza. Kedua, tentang operasi mata yang dilakukan Danny. Sejak awal, film ini belum jelas mana tema utamanya. Sebab, di awal film dikisahkan mengenai operasi yang akan dilakukan Danny. Hal itu digambarkan ketika keluarga Danny mendapatkan kabar dari dokter Perkins.

Selanjutnya, cerita dibelokkan tentang kehidupan cinta Danny, khususnya ketika Larry menakuti-nakuti Danny yang belum memiliki seorang kekasih. Padahal, Danny termasuk pria tampan meski memiliki kelainan. Bahkan, ketika berkonsultasi dengan dokter Evans, Danny sempat bilang, “Saya seperti terperangkap di tubuh pria berumur 22 tahun, tapi berpikiran seperti anak 12 tahun saat ditanya tentang wanita.”

Akibat belum jelasnya masalah yang dihadapi Danny membuat penonton bingung. Meski akhirnya, cerita lebih menekankan tentang jalinan kisah cinta pria tunanetra tersebut.

Sayang, jalinan kisah cinta mereka tidak digarap dengan apik. Sebab, banyak adegan yang lebih menonjolkan upaya Danny mencari seorang kekasih dengan bantuan Larry. Danny justru lebih banyak bertemu wanita yang hanya ingin berhubungan intim. Jadinya, perjuangan Danny mencari cinta tak kentara. Kecuali, di ujung film yang menggambarkan perjuangan Danny untuk melihat Leeza.

Wednesday, February 18, 2009

Menyimak Cerita Cinta Beda Generasi

Judul Film : The Reader
Genre : Drama
Pemain : Kate Winslet, David Kross, Ralph Fiennes, Jeanette Hain
Sutradara : Stephen Daldry
Produksi : Mirage Enterprises
Durasi : 124 menit
Rating : 4/5

Cinta memang tidak bisa ditebak. Dia juga bisa hadir tanpa terduga dan kepada siapa cinta itu menyapa. Mungkin seperti itulah perjalanan cinta antara Hannah Schmitz dan Michael Berg yang berbeda usia. Usia Hannah dua kali lebih tua dari Michael.

Perjumpaan mereka terjadi di tahun 1958. Sepulang dari sekolah dan baru turun dari trem, Michael remaja (David Kross) muntah karena sakit. Melihat kejadian itu, Hannah Schmitz (Kate Winslet) membersihkan muntahan Michael dengan menyiramnya. Selanjutnya, Hannah mengantarkan hingga ke jalan menuju rumah Michael.

Setelah sembuh, Michael mendatangi rumah Hannah untuk mengucapkan terima kasih. Selanjutnya, mereka makin sering bertemu. Bahkan, mereka juga terlibat hubungan yang sangat intim. Sering pula Michael membacakan berbagai cerita dari buku The Odyssey, 'The Adventures of Huckleberry Finn, dan The Lady with The Little Dog.

Hannah rupanya menyenangi cerita-cerita yang dibacakan Michael. Dia juga lebih senang dibacakan daripada membaca sendiri buku-buku yang diberikan Michael.

Hubungan cinta mereka akhirnya kandas setelah Hannah mendapatkan promosi pekerjaan. Sayangnya, Hannah tidak memberitahukan hal ini kepada Michael. Hannah malah menghilang. Michael yang sedang dilanda cinta terkejut dan merasa kehilangan.

Delapan tahun kemudian, Michael yang kuliah di jurusan hukum Universitas Heidelberg melakukan observasi mengenai kejahatan perang yang dilakukan Nazi. Kejahatan itu berupa pembakaran gereja yang di dalamnya terdapat 300 orang. Tanpa terduga, Hannah menjadi salah satu terdakwa dalam persidangan tersebut. Michael terkejut dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Akhirnya, Hannah dipenjara. Untuk menghibur Hannah, Michael dewasa (Ralp Fiennes) mengirimi rekaman cerita-cerita dari berbagai buku yang dibacanya. Hannah cukup terhibur dan mulai belajar menulis serta berkirim surat. Sampai akhirnya mati bunuh diri karena tidak ada yang menolongnya ketika akan bebas.

Kepedulian dan Kemauan Belajar
Film yang berlatar saat akhir perang dunia II di salah satu wilayah di Jerman ini memberikan pelajaran yang cukup baik kepada penonton. Terutama soal kepedulian dan kemauan untuk maju. Hal ini tampak dari tokoh Hannah.

Setelah beberapa kali dikirimi kaset cerita, Hannah mulai belajar untuk membaca dan menulis. Keinginan tersebut amat kuat karena dia ingin mengucapkan terima kasih kepada Michael. Karena baru belajar, hanya beberapa kalimat yang berhasil ditulis. Misalnya ucapan terima kasih. Bentuk tulisannya pun masih belum rapi. Namun, itu menyiratkan bahwa cinta bisa mendorong seseorang untuk belajar.

Ketidakmampuan Hannah memahami bahasa mulai terkuak ketika adegan persidangan. Saat itu Hannah diminta untuk menuliskan nama yang bertanggung jawab atas pembakaran gereja. Ternyata dia tidak bisa menulis. Michael pun baru menyadari bahwa Hannah buta huruf. Gambar pun memperlihatkan beberapa kejadian masa lalu yang menyuguhkan keengganan Hannah untuk membaca buku.

Sementara soal kepedulian terlihat melalui surat wasiat Hannah kepada Michael. Dalam surat itu, Hannah berpesan untuk memberikan sedikit uang kepada yayasan yang memerangi buta huruf dan kepada salah satu anak korban peristiwa gereja. Adegan ini seolah-olah menyampaikan pesan bahwa pendidikan itu amatlah penting.

Dua pesan tersebut setidaknya mulai muncul di akhir film. Sebelum selesai menonton film ini, penonton akan kesulitan untuk mengetahui pesan di balik kisah cinta beda generasi ini. Apalagi, film ini menggunakan alur maju mundur yang membawa penonton pada kehidupan Michael remaja dan tua yang telah memiliki seorang anak.

Terlepas dari itu, film ini agak membuat sebagian penonton agak jengah dengan beberapa adegan panas antara Michael dan Hannah. Beberapa kali hal itu ditayangkan hanya untuk menggambarkan keintiman mereka.

Namun begitu, akting Kate Winslet di film ini amat apik. Dia tampil total untuk menggambarkan Hannah yang kesepian dan hidup tanpa ada pendamping. Well, semoga saja dia mendapat Oscar setelah menyabet aktris terbaik di ajang Golden Globe 2009.

Tuesday, February 17, 2009

Inspektur Konyol Jadi Penyelamat Berlian (Lagi)

Judul Film : The Pink Panther 2
Genre : Komedi
Pemain : Steve Martin, Jean Rino, Alfred Molina, Emily Mortimer, Aishwarya Ray Bachan, Andy Garcia, Lilu Tomlin,
Sutradara : Harald Zwart
Produksi : Columbia Pictures
Durasi : 92 menit
Rating : 3/5

Mungkin aneh melihat polisi yang tak becus, gegabah, dan ceroboh berhasil membongkar skandal pencurian barang-barang bersejarah di Inggris, Italia, Jepang, dan Perancis. Namun, itulah yang terjadi dalam film komedi The Pink Panther 2.

Adalah Kepala Inspektur Polisi Dreyfus (John Clesse) yang memerintahkan Inspektur Jacques Clouseau (Steve Martin) untuk membongkar pencurian tersebut. Clouseau dipilih karena dia pernah menjadi penyelamat berlian Pink Panther dalam film Pink Panther (2006). Jadi, film ini memang sekuel film Pink Panther.



Dalam memecahkan kasus di film ini, Clouseau dibantu tim khusus. Tim tersebut diisi orang-orang dari Inggris, Italia, dan Jepang. Anggota tim itu di antaranya Inspektur Pepperidge (Alfred Molina) asal Inggris, seorang pebisnis kaya raya asal Italia bernama Vincenzo (Andy Garcia), pakar elektronik asal Jepang bernama Kenji Mazuto (Yuki Matsuzaki), dan seorang kriminolog wanita asal India, Sonia (Aishwarya Rai).

Minus Sonia, anggota tim ini ditunjuk oleh negaranya masing-masing karena kehilangan barang-barang bersejarah. Clouseau juga masih dibantu oleh Ponton (Jean Reno), kawannya di film sebelumnya.



Untuk memecahkan kasus ini, tim tersebut hanya mendapat petunjuk kartu nama The Tornado. Tim itu menduga The Tornado yang mencuri artefak-artefak bersejarah tersebut. Kelompok penyelidik ini juga menduga bahwa artefak-artefak tersebut akan dijual. Dan, pebisnis yang kerap melakukan perdagangan barang-barang kuno adalah Avellenada (Jeremy Irons).

Tim penyelidik pun mengunjungi kediaman Avellenada di Italia. Mereka menginterogasinya. Tapi nihil. Kemudian, tanpa diduga cincin pemuka agama Paus juga dicuri. Selain itu, berlian Pink Panther yang ada di Perancis ikut-ikutan lenyap diambil The Tornado. Tim penyelidik kecolongan. Media massa yang menyoroti kasus ini mulai menganggap remeh tim tersebut. Apalagi, terhadap Inspektur Clouseau yang notabene pernah menyelamatkan Pink Panther.



Namun begitu, akhirnya tim penyelidik berhasil menangkap The Tornado. Barang-barang bersejarah yang dicuri pun kembali. Tapi Pink Panther belum ditemukan. Lagi-lagi, Clouseau dianggap tak becus mengemban tugas. Apalagi, kelakukannya justru menambah buruk keadaan. Akhirnya, dia dikeluarkan dari tim.

Untuk film bergenre komedi, tontonan ini bisa dibilang lebih berhasil mengundang tawa penonton dibandingkan film Get Smart (2008). Di film yang ceritanya juga ditulis oleh Steve Martin dan dibantu Scott Neustadter dan Michael H Weber ini banyak memberikan adegan-adegan konyol yang ditimbulkan dari kecerobohan Clouseau. Hal ini jelas berbeda dengan film intelijen dengan bintang Steve Carell yang kekonyolannya kurang dieksplor. Jadinya, suasana yang ceria dan kocak lebih terasa dibanding film Get Smart.



Meskipun tidak ada yang terlalu istimewa di film arahan Harald Zwart ini, film ini justru menyelipkan sisi romantis antara Clouseau dan Nicole (Emily Mortimer), seorang sekretaris kepolisian. Namun, sisi romantis tersebut tetap berada dalam tataran komedi. Adegan tersebut terlihat ketika Clouseau dan Nicole memadu kasih di depan restoran yang terbakar karena ulah konyol Clouseau.

Adegan konyol yang dibuat Clouseau juga tampak saat melakukan rekonstruksi kejadian hilangnya cincin Paus. Dengan baju kebesaran Paus, Clouseau yang bolak balik berdiri di balkon akhirnya malah terjatuh. Adegan ini setidaknya agak merendahkan Paus.



Sementara itu, kehadiran tokoh Sonia secara tiba-tiba agak menyiratkan adanya keanehan yang nantinya akan terjadi. Betul saja, di akhir film, Sonia justru menjadi aktor utama dari rentetan hilangnya barang-barang bersejarah di empat negara itu.

Namun, terlepas dari lazimnya tontonan bergenre komedi, film dengan bintang Steve Martin ini mampu memancing tawa penonton. Di samping itu, tentu saja film ini menghibur. Jadi, bersiaplah untuk terpingkal-pingkal.